Showing posts with label Kerabat dekat. Show all posts
Showing posts with label Kerabat dekat. Show all posts

Monday, May 26, 2014

Waktu SMP Mandi Bareng Bude trus Nyobain Punya Bude

Ini adalah kisahku pada waktu aku masih SMP kelas tiga di kota kembang, waktu itu aku ada liburan di rumah kakekku di daerah lembang, disana tinggal kakek dan keluarga bibi ku. Bibiku adalah kasir sebuah bank karena menikah dengan pamanku yang satu kantor dia mengundurkan diri dan hanya sebagai ibu rumah tangga, orangnya ayu, putih berlesung pipit dengan usia sekitar 27 tahunan. Dia tinggal dirumah kakekku karena rumahnya sedang dibangun di daerah bogor sedang suaminya (adik ayahku) tinggal di kost dan pulang seminggu sekali.
Aku dan bibiku sangat akrab karena dia memang sering main kerumahku sewaktu belum berkeluarga dan waktu kecil sering tidur di kamarku bahkan waktu kuliah dia lebih banyak tidur dirumahku dari pada ditempat kostnya. Anaknya masih kecil berumur sekitar 1 tahun.

Kakak Ipar yang Semok

Bro ini kisah nyata yang gw alamin sendiri, di blog manapun atawe situs cerita dewasa apapun loe gak akan bisa cari cerita ini. Kita mulai ya….

Dulu semasa pacaran dengan istri gw yang sekarang, sebenarnya gw juga udah kesengsem berat ama Mbak Epi (kakak iparku). Gimana tidak, dibandingkan dengan isteri gw, Mbak Epi memiliki tubuh yang lebih proporsional sedangkan istri gw memiliki tubuh mungil. Terkadang saat masa pacaran dulu. Gw sempat-sempatin ngintip Mbak Epi lagi mandi di sumur belakang rumah.

Kepergok kakaknya yang Beranak Dua

Sebelumnya kuperkenalkan diri namaku Rudy tinggi 170 cm berat badan 55 kg umurku sekarang 20 tahun asalku dari Sragen sekarang aku telah masuk jenjang perguruan tinggi negeri di kota Solo.

Pengalaman seks yang pertama kualami terjadi sekitar 4 tahun lalu, tepatnya waktu aku masih duduk di bangku SMU kelas 1 berumur 16 tahun. Karena rumahku berasal dari desa maka aku kost dirumah kakakku. Saat itu aku tinggal bersama kakak sepupuku yang bernama Mbak Fitri berusia 30 tahun yang telah bersuami dan mempunyai 2 orang putri yang masih kecil-kecil, namun di tempat tinggal bukan hanya kami berempat tapi ada 2 orang lagi adik Mbak Fitri yang bernama Wina waktu itu berumur 19 tahun kelas 3 SMK dan adik dari suami Kak Fitri bernama Asih berusia 14 tahun.

Monday, December 24, 2012

Obat Awet Muda Tante Erni

Tante Erni ini tinggal dekat rumah aku, hanya beda 5 rumah lah, nah tanteErni ini cukup deket sama keluarga Aku meskipun enggak ada hubungan saudara. Dandapat dipastikan kalau sore biasanya banyak ibu-ibu suka ngumpul di rumah Akubuat sekedar ngobrol bahkan suka ngomongin suaminya sendiri. Nah tante Erniini lah yang bikin Aku cepet gede ( maklum lah anak masih puber kan biasanyasuka yang cepet-cepat ).

Keponakanku Meniduri Istriku

Kejadian yang terjadi di rumah tanggaku ini tidak akan terulang lagi, karena istriku sendiri sudah menyadari atas kekilafan yang pernah dia lakukan dan dia pun telah minta maaf dan bersumpah untuk tidak mengulanginya lagi. Sebaliknya aku pun demikian, menyadari bahwa semua itu bukan semata-mata kesalahan istriku saja melainkan aku pun merasa ikut bersalah dan memaklumi kalau ini semua tidak direncanakan sebelumnya dan kami anggap sebagai ujian hidup.


Maksud dan tujuan semua ini aku ceritakan agar dapat dijadikan pegangan dan referensi buat semua orang yang membacanya, supaya kejadian yang kualami tidak terjadi pada orang lain, disamping hal tersebut agar semakin lepas dari sisa beban batin yang mungkin masih ada di diriku.

Sunday, February 21, 2010

Teh Netty yang sexy

Hai, namaku Priambudhy Saktiaji, teman-teman memanggilku Budhy. Aku tinggal di Bogor, sebelah selatan Jakarta. Tinggiku sekitar 167 cm, bentuk wajahku tidak mengecewakan, imut-imut kalau teman-teman perempuanku bilang.

Langsung saja aku mulai dengan pengalaman pertamaku 'make love' (ML) atau bercinta dengan seorang wanita. Kejadiannya waktu aku masih kelas dua SMA (sekarang SMU). Saat itu sedang musim ujian, sehingga kami di awasi oleh guru-guru dari kelas yang lain. Kebetulan yang mendapat bagian mengawasi kelas tempatku ujian adalah seorang guru yang bernama Ibu Netty, umurnya masih cukup muda, sekitar 25 tahunan.

RAHASIA KITA BERDUA

Ketika itu saya baru berumur 12 tahun, sebagai anak tunggal. Sewaktu orang tua saya sedang pergi keluar negeri. Teman baik ibuku, Tante Susi, yang berumur 26 tahun, diminta oleh orang tuaku untuk tinggal di rumah menjagaiku. Karena suaminya harus keluar kota, Tante Susi akan menginap di rumahku sendirian. Tante Susi badannya agak tinggi, rambutnya dipotong pendek sebahu, kulitnya putih bersih, wajahnya ayu, pakaian dan gayanya seksi. Tentu saja saya sangat setuju sekali untuk ditemani oleh Tante Susi.

Wednesday, February 17, 2010

Menaklukkan kakak ipar

Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.
Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang

Saturday, February 6, 2010

Mantapnya ibu mertua ku

Namaku Heri, umurku sekarang ini 26 tahun. Ini adalah pengalamanku yang benar-benar nyata dengan Ibu mertuaku. Umurnya belum terlalu tua baru sekitar 45th. Dulunya baru umur 18 tahun dia sudah kimpoi. Ibu mertuaku bentuk tubuhnya biasa-biasa saja malah boleh dikatakan langsing dan singset seperti perawan. Tak heran sebab hingga kini ia masih mengkonsumsi jamu untuk supaya selalu awet muda dan langsing.

Mertuaku Kekasihku

Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah
sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja
untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua
minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur

Ibu mertua dari Malaysia

Kisah ini berlaku pada diriku bermula 2 tahun dahulu dan telah berterusan sehingga kini. Aku tidak minta ia berlaku kerana sebelum ini aku memang hidup bahagia disamping isteriku yang cantik dengan 7 orang anak. Tiada apa-apa kekurangan pada isteriku. Dalam bilik tidurpun isteriku masih hebat. Dia dapat melakukan apa sahaja asalkan kami puas ketika bersama.
Bapa mertuaku meninggal dunia pada tahun 1991, meninggalkan emak mertuaku dengan 3 orang anak yang masih menuntut di sekolah rendah. Adik beradik isteri kesemuanya 14 orang, begitu ramai tetapi semuanya sudah membawa diri masing-masing, ada yang telah berkahwin dan ada yang berhijrah ke bandar kerana bekerja. Akhirnya tinggal 3 orang yang masih kecil menemani emak mertuaku di kampung.
Sejak kematian bapanya, isteriku semakin rapat dengan emaknya dan aku bertindak membantu menyara adik-adik iparku bersekolah. Hampir setiap bulan, kami akan balik ke kampung yang jaraknya 24 km dari bandar tempat tinggal kami untuk menjenguk-jenguk mereka. Pada setiap musim cuti, biasanya aku akan menyewa sebuah van untuk membawa keluargaku dan mertuaku serta adik-adik iparku bercuti ke tempat-tempat peranginan dan 2 tahun lalu kami kesemua 13 orang mengambil keputusan untuk bercuti secara pakage ke Pulau Tioman melalui Mersing, Johor. Kami mengambil pakage 4 hari tiga malam dan akan tinggal di chalet Kampong Salang.
Kami tiba di Mersing pada jam 9.30 pagi dan terus menuju ke pengkalan jeti. Di kaunter tiket, aku menemui agent percutian kami dan dimaklumkan bahawa bot ke Pulau Tioman akan bertolak jam 11.00 pagi tepat. Kami diarah supaya berada di dermaga selewat-lewatnya jam 10.45 pagi. Sementara menunggu waktu yang ditetapkan, kami menuju ke restoran berhampiran dan makan bersama-sama. Aku perasan, sejak dalam bas menuju ke Mersing, emak mertuaku kurang bercakap dan semasa kami sedang makan, dia hanya makan beberapa suap sahaja, itupun hanya nasi sahaja tanpa lauk, lalu aku menegurnya.
" Emak, dari tadi saya tengok mak senyap saja. Mak tak sihat ke ?" Tanyaku tanpa sebarang jawapan. Isteriku juga mencelah. " Emak, makanlah mak, mak sakit ke?" soalan yang sama ditujukan kepada mertuaku. Dengan suara perlahan, emak mertuaku menjawab. " Mak tak pernah naik kapal, mak rasa gerun dan takut mabuk." Dari jawapannya, aku faham bahawa dia tidak begitu seronok untuk naik bot. Aku cuba menenangkan perasaannya dengan memberitahunya. " Emak jangan takut, nanti emak duduk sebelah dalam perut bot. Kalau mak duduk ditengah-tengah, mak tak nampak laut jadi rasanya macam naik bas sahaja."
Isteriku mencelah. "Betul cakap Abang Arshad, mak. Mak duduk di tengah-tengah dengan saya dan budak-budak ini semua. Jangan tengok laut." Dengan penjelasan itu, baru aku lihat emak mertuaku tersenyum dan menceduk lauk serta terus makan dengan seleranya.
Tiba masa untuk bertolak. kami menuju ke dermaga. Anak-anak dan adik-adik iparku sudah tidak sabar-sabar menunggu untuk menaiki bot. Bersama-sama kami, ramai pelancong-pelancong dari dalam dan luar negara sedang bersedia untuk menaiki bot. Apabila semboyan dibunyikan sahaja, kami semua bergegas-gegas menaiki bot yang bentuknya seperti jet jumbo. Ketika aku mengajak emak mertuaku naik, dia minta supaya naik kemudian sekali. Aku akur dan menyuruh isteri dan anak-anak serta adik-adik iparku naik dahulu. Setelah keadaan lenggang aku memimpin emak mertuaku untuk naik bot tetapi apabila sahaja hendak melangkah, bot mula berayun mengikut ombak, emak berpatah balik kerana ketakutan. Aku bertanya padanya, " Kenapa mak ?, jom kita naik." Tetapi mak mertuaku bagai tergamam. Aku faham perasaannya dan tanpa di sedari aku menceduk punggungnya dan mengangkatnya naik ke bot. Emak mertuaku memaut leherku dan mukanya disembamkan ke leherku. Sesampai di atas bot, aku cuba menurunkannya tetapi pautannya semakin kuat bagai tidak mahu melepaskan aku kerana ketakutan. Aku terus membawanya ke perut bot dan meletaknya diatas kerusi. Isteri dan anak-anakku ketawa geli hati melihat telatah emak mertuaku. Selepas itu baru dia melepaskan pautannya dileher ku. Ketika itu tanpa disengajakan, apabila aku melepaskan tangannya dari leherku, emak mertuaku menolehkan kepalanya dan bibir kami bersentuhan dan ketika itu, seperti masa terhenti, mata kami bertemu dan aku dapat merasakan kehangatan nafasnya membelai wajahku. Aku hanya sempat berkata' "Ops. Maaf mak." Dan emak mertuaku terus tertunduk malu. Aku bangun menegakkan badan dan mencuri pandang pada isteri dan anak-anakku jika mereka terlihat apa yang berlaku tetapi mereka asyik mentertawakan kami berdua.
Setelah setengah jam ditengah lautan, tiada apa-apa yang berlaku. Aku bergerak keluar dari perut bot dan berdiri dibelakang untuk menikmati pemandangan disekeliling yang kelihatan dari jauh, pulau-pulau bertaburan ditengah lautan. Tiba-tiba aku terdengar namaku diteriak dan aku bergegas masuk ke dalam. Emak mertuaku sedang tunduk ke bawah dan ditangannya memegang beg plastik. Aku bertanyakan kepada isteriku akan apa yang berlaku. Dia memberitahu bahawa emak mabuk laut dan muntah. Aku mengeluarkan minyak kapak dari poketku dan mengosok-gosok belakang leher mak mertuaku. Dia muntah hingga keluar muntah hijau tetapi apabila aku menggosokkan minyak dilehernya dia mendongak dan menarik nafas dalam-dalam. Aku duduk disebelahnya sambil memicit-micit pangkal lehernya. Emak kelihatan semakin tenang. Dia melentukkan kepalanya dibahuku dengan matanya pejam. " Biarlah emak tidur bang. Kalau tidak nanti dia muntah lagi." Selesai isteriku bercakap, emak sendawa mengeluarkan angin dari perutnya. "Abang peluk mak jangan sampai dia jatuh dari tempat duduknya." Pinta isteriku. Tanpa apa-apa perasaan aku memeluk emak mertuaku dan memaut pinggangnya. Tubuh kami bergesel-gesel mengikut alunan ombak yang menonggak arus bot. Aku menoleh untuk melihat isteri, anak-anak dan adik iparku. Mereka semua terlelap di ayun ombak. Apabila kepala emak mertuaku melurut ke dadaku, aku menolaknya semula kebahuku.
Tiba-tiba bot menghempas dengan kuat. Ibu mertuaku seakan terperanjat dan tangan kirinya memaut kuat ke leherku. Kepalanya semakin erat dipangkal leherku sehingga aku dapat merasakan kehangatan dengusan nafasnya. Dadanya dihimpitkan kedadaku. Aku tersipu-sipu malu tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Aku menjeling isteriku lagi tetapi dia telah terlelap lena dikerusinya.
Pergerakan bot melawan ombak membuatkan bot beralun-alun. Yang tidur semakin lena. Nafas emak mertuaku semakin perlahan, menandakan dia juga munkin terlena. Sekali lagi bot menghempas. Tangan kiri emak mertuaku yang sedang memaut leherku terlepas perlahan-lahan kedadaku, mengelungsur ke perut dan terhenti betul-betul dicelah pehaku. Aku tertegun dan perlahan-lahan mengalihkan tangannya. Apabila aku mengalihkannya diletak kembali dicelah pehaku tetapi kali ini tangannya mengosok-gosok betul-betul dibatangku. Batang aku ini pula pantang tersentuh begitu, cepatlah ia mengeras. Sambil tangannya menggosok-gosok, mukanya semakin hampir keleherku dan hidungnya ditonyoh-tonyoh. Aku tidak tahu sama ada ia disengajakan atau emak mertuaku sedang bermimpi. Tiba-tiba semboyan kuat berbunyi dan bot semakin perlahan. Semua penumpang terkejut dan melihat sekeliling. Emak mertuaku juga terjaga dan cepat-cepat mengalihkan tangannya. Aku buat-buat tak tahu apa-apa tetapi aku sedar, melalui kerlingan mataku, aku lihat, emak mertuaku asyik memandangku. Aku jerit kuat." Dah sampai. " dan semua anak-anakku terjaga serta isteri dan adik iparku.
Apabila bot sampai di dermaga, kami semua beratur untuk turun. Di atas jeti, ada sambutan oleh pihak pengurusan chalet terhadap ketibaan kami. Anak-anak semua gembira dan melompat naik. Seperti mula-mula naik bot, kini aku harus mendukung emak mertuaku naik ke jeti. Diatas jeti berlaku kelucuan. Anak-anak, isteri dan adik iparku terhoyong hayang berjalan sambil ketawa. "Ayah, jeti ini bergerak-gerak. Saya takut." Semua yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak melihat telatah mereka yang mabuk darat setelah 2 jam dilautan. Aku jua tak terlepas, apabila aku turut terhoyong hayang bersama sambil mendukung emak mertuaku.
Kami disambut dengan meriah sekali dengan senyuman dan kalungan bunga. Aku masih lagi mendukung emak mertuaku sehingga ke darat. Isteri, anak-anak dan ipar-iparku terus mengikuti penyambut tetamu ke pejabat pengurusan. Aku menuju ke sebuah kerusi dan cuba menurunkan emak mertuaku. Semasa aku meletakkannya dikerusi, tangannya masih memaut leherku. Kali ini bagai disengajakan, apabila dia melepaskan tangannya, hidung dan mulutnya mengesel mulutku. Aku buat tak perasan dan melepaskannya duduk. " Mak tunggu sini dulu, Arshad nak ke kaunter uruskan kunci chalet." Jelasku kepadanya. Emak mertuaku tidak menjawab apa-apa, tetapi mata layu nya merenung mataku.
Setelah kami selesai masuk ke chalet masing-masing, aku bersama isteriku dan 2 orang anak kecilku. Anak-anak yang besar berkongsi sebuah chalet 3 bilik bersama seorang adik iparku. Emak mertuaku berkongsi chalet 2 bilik bersama 2 orang adik iparku, kami dihidangkan minuman petang di restoran berhampiran. Kami juga diberikan penerangan mengenai pakej percutian kami. Selepas ini kami dibenarkan bersendirian bersiar-siar di pantai dan kawasan-kawasan berdekatan. Di Kampong Salang ini ada beberapa buah gerai menjual cenderahati, gerai-gerai makan, gerai-gerai karaoke dan menyewa alatan penyelam.
Kami menghabiskan masa bersiar-siar dan bermandian di pantai sehingga lewat petang. Selepas itu kami kembali ke chalet masing-masing dan bersedia untuk makan malam. Selama itu, emak mertuaku hanya duduk di chalet dan tidak mengikut kembaraan kami. Dia menghabiskan masa dengan tidur dan berehat untuk menghilangkan rasa mabuk lautnya.
Jam 8.00 malam, kami semua bergerak ke restoran untuk hidangan makan malam. Emak mertuaku duduk disebelahku dan isteriku. Dia masih tidak banyak bercakap. Kami makan bersama-sama dan selepas makan, aku lihat anak-anak dan adik iparku telah berkenalan dengan ramai rakan sebaya mereka dan bermain bersama-sama di kawasan perkampungan itu. Emak mertuaku terus bergerak ke chaletnya. Katanya, dia hendak berehat. Aku dan isteriku bersiar-siar di tepi pantai yang hanya diterangi oleh cahaya lampu pantai yang malap dan cahaya bulan di langit. Kami mencari suatu sudut yang sunyi dan berasmara seperti kami mula-mula baru kahwin dahulu. Apabila kami terasa ingin bersetubuh, kami kembali ke chalet dan terus masuk ke bilik. Oleh kerana anak-anak masih belum balik, kami bersetubuh sepuas-puasnya didalam bilik. Aku tak tahu kenapa malam ini aku tidak boleh terpancut sedangkan isteriku telah tiga kali lemas. Mungkin peristiwa siang tadi bersama emak mertuaku mengganggu perasaanku. Walaubagaimanapun, isteriku puas dan kerana kepenatan terus terlelap. Ini adalah biasa, setiap kali selepas bersama, dia akan tertidur sehingga pagi. Kalau bom meletup pun dia tidak akan sedar kerana dia akan tetap terbangun pagi, seawal jam 5.00 pagi tiap-tiap hari.
Oleh kerana angin laut begitu hangat, apalagi setelah bertarung selama satu jam aku berasa rimas dan keluar merayau-rayau seorang diri. Aku duduk di gerai karaoke melihat gelagat orang ramai menyanyi dan bergembira sehingga tidak sedar waktu telah jam 1.00 pagi. Aku bergerak untuk pulang ke chalet. Setibanya di chalet, lampu semua telah dipadamkan. Anak-anak telah terlena tetapi mataku masih belum mengantuk. Aku duduk ditangga chalet menghadap ke chalet emak mertuaku. Aku mengenangkan peristiwa yang berlaku antara aku dan mak mertuaku siang tadi. Adakah disengajakan atau tidak. Aku belum pernah bernafsu terhadap perempuan lain selain isteriku yang cantik dan bertubuh mekar, tetapi hari ini aku terangsang terhadap emak mertuaku sendiri. Walau dalam usia 54 tahun, emak mertuaku masih nampak menarik. Tidak terlalu kurus tetapi gebu. Buah dadanya terasa masih utuh dan keras ketika menghimpit dadaku. Daging pinggangnya masih kental. Aku cuba melawan perasaanku tetapi nafsu syaitan masih menggodaku. Dalam benakku bertanya sendiri. Adakah dia akan menyerah dengan mudah kalau aku menggodanya. Perasaan yakin dan tidak yakin berkecamuk dalam benakku. Nak buat atau tidak. Akhirnya aku berkeputusan untuk mencuba dan aku melangkahkan kakiku ke chaletnya. Dipertengahan perjalananku aku tersentak apabila tiba-tiba emak mertuaku berdiri didalam kegelapan malam dihadapanku. " Eh! Mak, nak ke mana ?" Tanyaku dengan nada terperanjat. Dia menyahut. "Emak tak boleh tidur kerana dah puas tidur siang tadi, Arshad nak kemana ?" Dia menanyakan aku pula. " Arshad pun tak dapat lelap mata. Kan sejuk ini mak, kenapa tak pakai baju sejuk?" Aku meneruskan kata-kataku.
" Taklah Arshad, angin malam ni hangat sangat. Kalau Arshad belum nak tidur, teman mak jalan-jalan kat pantai." Pintanya. "Baiklah mak, jom." Jawabku. Situasi ini telah melenyapkan segala yang aku ranncangkan tadi. Aku tak tahu nak buat apa bila berhadapan dengannya begini lalu aku cuba turutkan kehendakknya sebagai emak mertuaku.
Kami bersiar-siar dengan mengikut langkah kakinya. Kami berjalan seiringan dengan jarak selengan sambil bercakap bila perlu sahaja. Tanpa sedar, kami telah berjalan jauh dari tempat penginapan kami. Tiada lagi lampu pantai hanya cahaya bulan menerangi laluan kami. Sesampai dikawasan berbatu, kami memanjat ke atas dan berdiri menikmati angin malam. Emak mertuaku berdiri diatas batu sambil aku duduk lebih kurang dua meter dibelakangnya. Cahaya bulan yang memancar ketubuhnya menembusi kain pelekat dan baju kebaya kedahnya sehingga menampakkan bentuk tubuh yang serta merta merangsang syahwatku. " Dia menggoda lagi ke?" kata hatiku.
Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, aku terdengar suara-suara dari dalam semak-semak dibelakangku. Emak mertuaku juga terperasan lalu bergerak menuju ke arah ku. " Bunyi apa tu, ada orang kat sinilah Arshad." Emak mertuaku berkata sambil terus bergerak menuju ke arah datangnya suara tersebut. Aku menuruti dibelakangnya. Langkahnya terhenti apabila terlihat sesuatu. Aku bergerak rapat ke arahnya dan amat terperanjat sekali apabila melihat bayang-bayang dua manusia sedang enak bersetubuh dihadapan kami. Seketika pula terdengar disebelah kanan dan kiri kami. Mereka semua sedang memadu asmara sambil melempiaskan nafsu masing-masing. Syahwatku terus terangsang tetapi aku melawannya. Tiba-tiba emak mertuaku bersuara membisikku. " Diaorang semua tengah main, Arshad." Aku hanya mampu menjawab, "A' ah". Dan tak tahu nak buat apa. Tiba-tiba leherku dipaut dan ditarik kebawah. Emak mentuaku telah terbaring dengan tangannya memaut leherku. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Aku tersentak sebentar tetapi aku tahu ini lah peluang yang aku inginkan sejak tadi, kenapa pula aku harus menolak. Aku merebahkan tubuhku keatas tubuhnya dan terus mengucup mulutnya. Lidah dan gigi kami berlaga-laga dengan rakusnya. Sungguh nikmat. Aku ingin menikmati teteknya lalu aku seluk kedalam bajunya dan meramas-ramas payu dara emak mertuaku. Dia mengerang sambil tangan kanannya menyentap-yentap seluarku. Aku mengerti kehendaknya lalu bangun dan menanggalkan seluarku. Tanpa seluar dalam, batangku terus menerjah keluar sambil emak mertuaku menyelak kainnya keatas menampakkan kemaluannya yang masih lebat berbulu diterangi cahaya bulan. Dia mengangkat kelengkangnya dan aku terus rebah lalu menyucukkan batangku kemulut farajnya. Tanpa lengah-lengah dia menolak punggungnya keatas dan farajnya menelan batangku hingga ke pangkal. Kakinya memaut punggungku bagai tidak mahu melepaskan batangku. Kami terdiam sebentar dan farajnya mengemut-ngemut batangku. Nafasnya semakin kuat dan tiba-tiba sahaja dia mengerang dan terus longlai. Aku macam tak percaya. Belum pun aku bermula, dia sudah kekemuncak. Pautan kakinya dilepaskan dan batang aku yang masih keras terbenam dalam lubang farajnya. Tiada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dalam kegelapan malam itu, dia menarik tubuhku rapat ketubuhnya, mengucupku dan kemudian menolakku baring disebelahnya di atas rumput-rumput yang dibasahi embun bercampur perahan peluh kami berdua.
Selepas beberapa ketika, masih tiada kata-kata hanya sekali-kali dia mengucup-ngucup dan menjilat dadaku. Tak tahu apa hendak aku katakan. Masing-masing membisu. Jam tangan aku berbunyi dan aku dekatkan kemataku menunjukkan jam 3.00 pagi. Pukul lima pagi, pasti isteriku akan bangun. Apa harus aku katakan jika dia dapati aku dan emaknya tiada dikatil masing-masing.
Seperti dia mengetahui apa yang sedang aku fikirkan, tiba-tiba emak mertuaku bersuara sambil menarik-narik batangku yang mencodak kelangit. "Masukkan Arshad!, mak dah puas, Arshad mainlah emak sampai Arshad puas." Aku tak tahu apa nak jawab. Aku hempap tubuhnya dan tusukkan batangku kedalam farajnya. Walaupun dia telah puas, dia membantu dengan mengerakkan punggungnya kekiri, kekanan, keatas dan kebawah. Sambil menyetubuhinya, aku ramas teteknya dan sekali-sekala aku rapatkan bibirku kebibirnya. Sekali sekala aku lajukan sorongan dan adakalanya aku perlahankan dengan tujuan dapat membangkitkan nafsunya semula walaupun terpaksa mengambil masa lama sedikit. Harapanku tidak sia-sia, kemutan farajnya mula terasa, lidahnya mula minta dinyonyot dan kakinya mula berpaut kuat tetapi apakan daya, aku sudah tidak dapat bertahan dan dengan sekali huja, batangku terbenam hingga ke pangkal dan terus menyemburkan air kasih hingga melimpah keluar bersama-sama dengan batangku yang mula layu. " Maafkan Arshad mak, Arshad tak boleh tahan lagi." Rayuku. Dia hanya menjawab. "Tak apalah." Dan kami terus berpelukan dan berkucupan apabila jam tanganku berbunyi lagi. Kami terus membetulkan pakaian masing-masing dan meninggalkan tempat kami bermadu dengan insan-insan yang masih bergelimpangan melayari kasih mereka.
Setibanya ditempat penginapan kami, aku menghantar emak mertuaku hingga kebiliknya. Sebelum beredar kami sempat berkulum lidah sambil dia meramas-ramas batangku dan aku menjolok-jolok jariku kedalam lubang farajnya.
Aku terus membaringkan tubuhku disebelah isteriku dan terlena hinggalah aku dikejutkan oleh isteriku. " Bang, bangun, sejam lagi kita nak bertolak ke tempat perkelahan. Semua dah bersedia. Apa ni, tidur jauh malam, kan lepak dah. Bangun cepat." Mataku terasa kelat tetapi aku harus bangun. Aku bergerak menuju ke bilik air. Di depan chalet aku lihat emak mertuaku sedang rancak bergurau dengan cucu-cucunya, tidak lagi terconggok senyap sendirian seperti semalam. Dia memandang kearahku sambil tersenyum. Dia nampak riang sekali hari ini.
Selepas mandi, aku terus masuk ke bilik. Aku lihat isteriku sedang berbaring di atas katil. Apabila nampak aku masuk, dia mula berkata. " Bang, sebelum pergi, kita main sekejap." Pintanya. Dalam hatiku berkata. "Wow!, boleh ke ni?" . Aku harus memikirkan sesuatu supaya keupayaanku tidak ketara selepas berhempas pulas dengan emaknya malam tadi."Phew! apa aku nak buat ni. Rasa macam tak sanggup. " bisik hatiku lagi. Supaya tidak mengecewakannya aku memberi alasan. "Has! Bukan tak nak, tapi kena minum RedBull dulu. Itupun selepas setengah jam baru boleh. Jadi masa tak ada sayang. Kita dah nak bertolak." Penjelasan itu sudah cukup meyakin isteriku. Dia mengalah tetapi dengan kata-kata. " Tapi malam nanti bagi Has tau." Aku hanya mampu tersenyum.
Masa untuk bertolak ke jeti untuk menaiki bot ke tempat perkelahan hampir tiba. Bot sudah berada dipengkalan dan pelancong-pelancong sedang berbaris untuk menaiki bot. Dari atas bukit tempat penginapan kami jelas nampak bot besar yang tertambat di jeti. Aku memanggil semua anak-anak aku dan adik-adik iparku supaya bergerak ke jeti. Tidak kelihatan emak mertua dan isteriku. Aku memanggil isteriku dan terdengar suara sahutan dari chalet emak mertuaku. Sebentar kemudian hanya isteriku sahaja yang keluar dan aku bertanya dimana emaknya.
"Abang! Abang jangan marah ye!" "Kenapa?" Balasku. " Emak takut dia mabuk lagi naik bot, jadi dia tak nak ikut. Tapi takkan nak tinggalkan dia sorang di sini." Jawab isteriku. " OK lah, Has tinggal dengan mak, biar abang bawa anak-anak." Balas ku lagi.
"Woi! Woi!, malam sikit," jawab isteriku. "Has, pergi sama anak-anak, Abang temankan emak. Abang dah pernah ke sini tapi Has baru sekali ini. Jadi abang kenalah temankan emak. "
Aku tergamam sebentar dan memandang isteriku dengan pandangan yang memeranjatkan sambil membalas. " OK! Tapi jaga anak-anak baik-baik, jangan ada yang lemas " dan disahut oleh isteriku yang telah sampai ke bawah bukit. "Jangan takut, Abang jaga emak baik-baik tau." Dan terus menghilang menuju ke jeti.
Perasaanku bercampur-campur. Tidak suka kerana tidak dapat berkelah bersama-sama anak-anak dan isteriku. Suka, munkin peristiwa semalam akan berulang.
Tiba-tiba emak mertuaku muncul di hadapan chaletnya sambil memandang aku. Aku meneriak kepadanya. " Emak, kita pergi sarapan dulu kat sana jom." Emak mertuaku terus berjalan menuju ke arahku. Setibanya disampingku, aku mengulang kembali kata-katanya semalam. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Emak mertuaku tersenyum mendengarkannya lalu aku kucup sekali dibibirnya. Dia tersipu-sipu seolah-olah malu. Aku pimpin tangannya menuju ke gerai untuk bersarapan.
" Emak makan kenyang-kenyang, nanti tak cukup tenaga." Aku memulakan perbualan. Dia bertanya, "Tenaga untuk apa?" lalu aku menjawab. "Untuk main dengan saya."
Dia hanya menyahut, "Ishhh, Arshad ni." Kami bersarapan nasi lemak dan meminta lauk ketam goreng. Emak mertuaku begitu berselera sekali pagi ini.
"Lepas ini kita nak kemana mak?" Tanyaku. Emak menjawab, " Ke biliklah, ke mana lagi?" Aku terasa gembira sekali dengan jawapannya dan batangku menunjukkan perasaannya sendiri dan mula mengeras.
Selesai bersarapan, kami bergerak menuju ke tempat penginapan dan aku bertanya kepada emak mertuaku dia hendak dichalet aku atau chaletnya. " Dekat bilik maklah, kalau bilik Arshad nanti, bersepah air mani dan peluh. Nanti Hasnah perasan baru padan muka." Aku akur dan terus menuju ke chalet emak mertuaku. Setibanya didalam chalet, aku menguncikan pintu dan tingkap-tingkap dan memasang penghawa dingin. Aku dakap emak mertuaku dan menjilat mukanya. Dia hanya tegak membatu membiarkan perlakuanku. Kemudian aku tanggalkan bajunya dituruti dengan kainnya. Dia tidak memakai seluar dalam dan berdirilah ia dihadapanku tanpa seurat benang. Dia cuba menutup dadanya dengan telapak tangan tetapi aku melarangnya. Aku arahkan emak mertuaku berdiri tegak dihadapanku kerana aku katakan padanya aku hendak menatap tubuh yang melahirkan isteriku. Aku duduk ditepi katil sambil memerhati setiap sudut tubuhnya. Umurnya 54 tahun. Muka tidak nampak berkedut tetapi jelas sedikit kedutan diatas lehernya. Kulit diatas dadanya sedikit kelihatan kasar tetapi buah dadanya sederhana dan licin keputihan. Lengannya masih gebu dan kelihatan sedikit lemak ditepi pinggang dan perutnya. Di sebelah kanan bawah perutnya ada parut melintang dari kanan ke kiri, bekas pembedahan untuk mengikat tiub falopiannya bagi mengelakkan kehamilan setelah melahirkan 14 orang anak. Ini bermakna, seberapa banyak aku pancutkan air maniku, dia tidak akan hamil. Punggungnya kecil dan melurus dari peha ke betisnya. Sungguh menghairahkan.
Setelah puas aku menatap tubuhnya, aku bangun dan menanggalkan pakaianku dan bertelanjang bogel dihadapannya. Ketika aku menanggalkan seluar dalamku, dia memalingkan mukanya tetapi aku merapatinya lalu memenang kepalanya dan mengarahkan pandangannya kepada zakar ku. Dia mengeraskan kepalanya untuk berpaling semula lalu aku berkata padanya. " Mak tak nak tengok benda yang masuk dalam pepek mak semalam." Tanpa berkata, dia memusatkan pandangannya kepada zakarku. Kemudian aku mendongakkannya dan mengucup bibirnya. Cara dia menyambut kucupanku seolah-olah dia hendak berubah fikiran untuk tidak meneruskannya lalu tanganku ku letakkan pada buah dadanya dan perlahan-lahan meramas-ramas putingnya sehingga mulutnya terbuka dan menerima lidahku.
Kami masih berdiri sambil melayan perasaan kami. Dia mula merangkul leherku dan sebelah tangannya membelai batangku yang sememangnya telah mencodak keras. Nafasnya semakin kencang, mendengus-dengus dengan kuat. Tiba-tiba dia meronta melepaskan tubuhnya dari dakapanku. Aku tersentak seketika tetapi apabila di terus naik keatas katil dan terlentang mengangkang menampakkan pepeknya dengan gaya seorang perempuan yang kelaparan sek, aku terus menerkamnya. Lantas dia mencapai batangku dan menghalakannya ke lubang farajnya. Dengan sekali henjut, seluruh batangku terbenam ke dalam bersamaan dengan suaranya yang mengerang kesedapan. Semasa ini kami tidak pandai lagi melakukan "foreplay" maka itu kami terus sahaja bersetubuh. Setiap tolakkan masuk batangku disambut dengan suara mengerang dari emak mertuaku. Sorong menyorongku semakin laju, seirama dengan ayakan punggungnya. Lidahku dinyonyot sambil tanganku meramas-ramas buah dadanya hinggalah tubuhnya mengejang dan mengigil akibat kepuasannya telah memuncak. Aku hentikan gerakanku seketika sambil menekan batangku sedalam yang munkin. "Uhhhhggg, uhhhhgggggg." suara garau keluar dari tengkoroknya menandakan nikmat yang amat sangat diikuti dengan tubuhnya yang terus longlai tidak bermaya. Setelah keadaan reda, aku teruskan gerakan batangku kelubang farajnya. Dalam kedinginan penghawa dingin pun tidak dapat menahan curahan peluh kami, bersatu membasahi tubuh dan tilam tempat kami bersetubuh.
Aku memperlahankan gerakan batangku yang licin keluar masuk lubang nikmat yang telah dibasahi lendir yang terbit hasil nikmat persetubuhan kami. Dadanya turun naik dengan nafasnya yang kencang seperti orang yang baru menamatkan perlumbaan 100 meter dipadang. Dalam usianya 54 tahun, staminanya tidak sekuat nafsunya lagi tetapi keperluan syahwat dan nafsunya amat diperlukan untuk terus menikmati kepuasan. Aku mengalah dan mencabut batangku lalu berbaring disebelahnya, menunggu sehingga kepenatannya reda. Dalam keadaan lemah laonlai itu tangannya mencapai batangku dan membelai perlahan-lahan sehingga lendir dibatangku kering dibuatnya. Emak mertuaku berpaling memandangku sambil tersenyum puas.
" Biar emak rehat sekejap ya Arshad." Rayunya pada aku. Aku hanya menganggukan kepalaku. Dalam pada itu, tanganku aku letakkan pada pepeknya dan meraba-raba lubang nikmat tersebut. Dia membuka luas kelengkangnya supaya aku dapat terus mainkan jari-jariku.
Mungkin kerana terlalu keletihan, emak mertuaku terlena. Aku bangun mencari tuala dan aku kesat hingga kering lendir yang membasahi pepeknya. Setelah kering, aku menghempapnya lalu memasukkan batangku kelubang nikmat itu dan mengerakkannya perlahan-lahan. Emak mertuaku membuka matanya dengan lesu dan membiarkan aku menyetubuhinya. Lima minit kemudian aku melepaskan benih kasih ku ke dalam lubang farajnya. Sekali lagi pepeknya dibasahi dengan air maniku. Dia masih terlena dan setelah aku cabut batangku keluar aku turut terlena disisinya.
Bila aku tersedar, jam dinding telah menunjukkan pukul 12.30 petang dan perutku terasa lapar. Emak mertuaku masih nyenyak dengan dengkuran perlahan. Aku bangun dan terus kebilik mandi, membersihkan tubuhku dan apabila aku keluar dari bilik air, dia masih lena. Aku duduk dikerusi di hadapan katil sambil menatap tubuhnya. Dalam hatiku bertanya sendiri, mengapakah mesti emak mertuaku menjadi perempuan selepas isteriku yang aku tiduri. Sampai bilakah hubungan ini akan berterusan.
Setelah sekian lama duduk memerhati tubuh mertuaku yang baru aku gauli dengan nikmatnya bertelanjang bulat di atas katil aku bangun mengejutnya. " Mak!, Mak! " terasa janggal pula memanggilnya mak selepas apa yang kami lakukan bersama. "Mak! Bangun."
Apabila dia membuka matanya, bagai seorang yang baru dikejutkan dari mimpinya, dia cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang bertelanjang bulat. Dengan rambutnya yang kusut masai dan baru bangkit dari tidur barulah kelihatan seperti seorang perempuan tua seusia umurnya.
Aku duduk disisinya sambil memegang bahu dan berkata, " Emak, Arshad ni. Bangun dulu dan kita pergi makan tengahari." Seolah-olah baru sedar dari lamunan dia menjawab. " Oh, Arshad " lalu terus bangun dan melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya dan terus bergerak ke bilik air. Dengan bertuala aku mengikutnya ke bilik air. Dia telah merapatkan pintu bilik air lalu aku mengetuk untuk masuk. Tiada jawapan seketika lalu aku menolak pintu bilik air dan masuk. Aku lihat seorang perempuan tua dan dia telah menanggalkan gigi palsunya sedang mencangkung membuang air kecil. Bersama air kencingnya, meleleh keluar lendir berwarna putih. Matanya memandang ke bawah melihat lendir putih yang banyak sekali keluar bersama air kencingnya sambil berkata. " Banyaknya air mani Arshad dalam pepek mak."
Apabila dia mendongak semula memandang padaku, wajahnya tanpa gigi palsunya tampak terlalu tua. Alangkah anehnya perasaanku, keadaan wajahnya membuatkan aku semakin terangsang kuat lalu aku membuka tualaku dan menunjukkan batang aku yang keras mencodak kedepan. Dia cuba menyembunyikan mukanya dengan menutupnya dengan kedua-dua belah tangan. Aku bergerak rapat kearahnya yang sedang mencangkung dan menariknya bangun berdiri dihadapanku. Aku kuakkan tangannya lalu menatap wajahnya tetapi dia cuba menundukkan wajahnya mengelak dari tatapanku. Aku menundukkan kepalaku dan mencapai bibirnya dengan mulutku tetapi dia berpaling dan berkata. " Jangan tengok mak macam ni. Mak malu." Tanpa banyak bicara aku mengangkatnya lalu membawanya keluar dari bilik air dan membaringkannya di atas katil. Aku telah terlalu terangsang dan tidak boleh mengawal perasaanku lagi. Aku naik keatasnya dan mendepangkan kedua-dua tangannya. Dia memalingkan mukanya mengelak dari pandangnku. Aku jerit kepadanya. " Pandang sini. " Emak mertuaku terkejut dengan suara ku yang meninggi tetapi di menuruti arahanku dan memandang ke arahku. Aku merapatkan mulutku ke mulutnya yang tanpa gigi. Aku belah mulutnya dengan lidahku dan melahapnya dengan rakus. Batangku masih terletak diatas perutnya. Aku lepaskan tangannya, memaut rambutnya sambil berkucupan. Air liur kami bertakung dengan banyak sehingga meleleh-leleh keluar bercampur baur.Tangannya memaut tengkukku dan kami terus berkucupan selama beberapa minit lagi. Kemudian aku turun dari tubuhnya dan berbaring disisinya.
Aku mengiringkan tubuhku dan memeluknya. Aku lihat air mata emak mertuaku meleleh keluar dari matanya. Dia menangis dengan senyap. Aku menongkat kepalaku memandangnya dan sebelah tanganku memegang buah dadanya. " Mak menangis mak, kenapa ? " Tanya ku.
" Arshad, kita dah lakukan dosa besar, Mak rasa berdosa pada Hasnah. Mak kesian pada dia." Timbul rasa kekesalan pada dirinya dan dia menyambung, " Mak rasa kita lupakan apa yang telah kita lakukan dan kembali seperti biasa. " Aku hanya terdiam tanpa kata-kata. Aku cuba mencium bibirnya tetapi dia mengelak dan mengetapkan bibirnya dan terus berkata. " Walaupun mak akan rasa kekosongan tetapi biarlah ia berlalu dengan sendirinya. Maafkan mak, Arshad. " Situasi begini membuatkan aku panik lantas aku terus bangun mengenakan pakaianku dan beredar keluar dari chaletnya membiarkan emak mertuaku bersendirian. Kemudian aku terus menuju ke restoran untuk mengisi perutku yang lapar sambil melayani fikiranku yang berserabut dengan seribu persoalan.
Selesai makan, aku duduk di jeti, cuba menenangkan fikiranku. Setelah dia mengajar aku betapa enaknya perhubungan sumbang ini, tiba-tiba dalam sekelip mata dia cuba mengakhirinya. Aku masih mengingini untuk meratah puas-puas tubuhnya. Bagaimana akan aku hadapinya selepas ini ? Aku bertekad untuk bersemuka dengannya sebelum isteri dan anak-anak aku pulang sekitar jam 6.30 petang ini. Jam aku menunjukkan pukul 2.30 petang dan emak mertuaku tidak kelihatan dimana-mana. Dia pasti masih berada dichaletnya. Aku terus menuju ke restoran untuk membelikan makanan untuk dibawa kepadanya.
Aku melangkahkan kakiku menuju ke chaketnya dan sesampai di pintu chalet, aku mengetuk dan emak mertuaku membuka pintu. Belum sempat aku mengatakan sesuatu dia mula bersuara. " Arshad, mak nak cakap sikit dengan Arshad. " lalu dia duduk di atas kerusi. Aku menghulurkan makanan yang aku belikan seraya berkata. " Nah mak. Arshad belikan mak nasi bungkus. Mak makanlah dulu. Selepas ini kita boleh berbincang. "
" Takpe lah, letak dulu atas meja ni. Nanti mak makan. Kita mesti bincang dulu. " balasnya. Aku duduk di kerussi berhadapan dengannya lalu memusatkan pandanganku kearahnya. Emak mertuaku cuba mengelak pandanganku. Dia tidak memandang tepat padaku. Aku jadi sedikit gementar untuk menghadapi suasana ini tetapi aku kuatkan semangat dan memulakan bicara. " Mak, kalau mak nak bincang tentang apa yang kita dah lakukan, Arshad bertekad, walau apapun yang akan berlaku, Arshad tetap mahu main dengan emak." Belum sempat aku menyambung kata-kataku, dia menyampuk, " Arshad, apa yang kita lakukan ini berdosa. Mak tak tahu kenapa mak buat macam ini, dengan menantu mak pulak tu. Terus terang mak katakan, mak memang bernafsu kuat. Selepas bapak meninggal, mak masih boleh bertahan lagi tetapi sejak Pak Ayub mengusik-usik mak hari itu, tiba-tiba mak rasa mak perlukannya lagi. Nafsu mak kembali lagi walaupun mak dah tua ni. "
" Mak, nafsu akan pergi selepas kita mati. Selagi kita hidup, selagi itu kita akan mempunyai nafsu. Semalam mak dah ajar saya curang dengan isteri saya dan saya dah mula seronok main dengan mak tapi tiba-tiba mak nak cerita pasal dosa pulak. Saya nak mak faham betul-betul, saya tetap nak teruskan apa yang kita dah mulakan. " Suaraku mula meninggi. " Kita ikutkan saja hati kita, orang lain tak perlu tahu. Bila saya hendak, mak mesti beri, kalau tidak saya akan lakukan perkara yang mak tak ingin tahu. Fahamkan itu dan jangan banyak cakap lagi. " Aku mula mengherdiknya. Dia kelihatan terperanjat dengan lakuku dan menunjukkan kegelisahannya. " Sekarang makan dulu, lepas ini kita main. " aku menyambung dengan batang aku mula mengeras.
" Mak belum lapar lagi, nanti karang mak makanlah." Balasnya sayu. Aku terus memerintahnya. "Kalau gitu, naik atas katil dan bukak baju mak sekarang juga. Saya dah tak tahan nak main. " Aku sendiri terkejut dengan kata-kata yang aku keluarkan tetapi nafsu telah mengawal diriku. Aku mesti menyetubuhinya lagi.
Mak mertuaku bangun dan berlalu masuk ke bilik, menanggalkan pakaiannya satu persatu dan baring meniarap di atas katil. Aku dengan masih berpakaian membaringkan diri disebelahnya. Aku mengusap rambutnya dan merapatkan bibirku kepipinya lalu menciumnya. Serentak dengan itu, dia mengiringkan tubuhnya menghadap aku sambil tersenyum.
" Mak, maafkan Arshad kerana berkasar dengan mak tadi. " aku mulakan berkata padanya. " Kalau mak nak lupakan bahawa kita telah buat perkara ini, Arshad akan bangun dan tinggalkan bilik ini ?. " Belum sempat aku menghabiskan ayatku, emak mertuaku menyambut cakapku. " Dah lah Arshad, kita dah terlanjur jauh. Emak perlukan seorang lelaki dalam hidup mak. Kalau Arshad sudi, Arshad boleh jadi lelaki tu. "
Aku cuba mendapatkan kepastian daripadanya . " Maksud mak, kita akan teruskan begini. " aku menyambung. Dia hanya menganggukkan kepalanya mengiakan. Aku terasa lega kerana kini aku tidak berlawan dengan perasaanku lagi dan tidak bertepuk sebelah tangan. Buat seketika aku ketepikan perasaanku terhadap isteriku, anaknya.
Aku menarik emak mertuaku naik ke atas tubuhku dan kami berkucupan sambil tanganku meraba-raba belakang tubuhnya. Tangan aku singgah dipunggungnya yang berisi dan aku ramas-ramas perlahan-lahan. " Arshad, sebelum Hasnah dan anak-anak balik ? " Aku faham maksudnya dan menyekat kata-katanya dengan menarik rapat mulutnya dan menolak lidahku ke dalam. Dia menyambut dengan menyonyot-nyonyot lidahku. Sambil memeluknya, aku mengolekkan badan dan menghempap tubuhnya. Aku meneruskan meraba ke buah dadanya dan meramas-ramas perlahan-lahan. Nafas emak mertuaku semakin kuat dan kencang. Dia telah menunjukkan tanda bersedia untuk disetubuhi.
Aku bangun perlahan-lahan dan melepaskan kucupan kami lalu membuka baju dan seluarku. Dia terlentang dikatil sambil tangannya meraba-raba bibir farajnya yang kelihatan berkilat-kilat diselaputi lendirnya sendiri. Perlahan-lahan aku menghempap tubuhnya lagi dan menemukan mulut kami. Kami berkucupan dan buah dadanya terhempap oleh dadaku. Aku mengesek-gesekkan tubuh kami dengan mengoyang-goyang perlahan-lahan. Tangan kananku aku susurkan ke farajnya dan memain-mainkan jariku di situ. Sekali-sekala aku jolokkan jariku ke dalam lubang nikmatnya. Seiringan dengan itu, dia mengoyang-goyangkan punggungnya.
" Arshad!, masukkan. " Emak mertuaku merayu. Dengan itu, aku bangun dan memegang kedua-dua kakinya dan mengangkangkannya. Perlahan-lahan aku letakkan kepala zakarku ke mulut farajnya dan menolak sedikit demi sedikit hingga terbenam keseluruhannya. Apabila kepala zakarku mencecah pangkal rahimnya dia mengerang kesedapan. Aku rebahkan tubuhku menghempap tubuhnya sambil menyorong dan menarik batangku keluar, masuk perlahan-lahan. Matanya pejam menahan kenikmatan dari pergerakanku. Aku merapat ke telinganya dan membisik. " Sedap tak mak. " Dia hanya menganggukkan kepala dan aku menyambung lagi. " Kia buat selalu. " Dia membalas dengan suara tersekat-sekat menahan kenikmatan. " Arshad mesti selalu jenguk-jenguk mak. Kita boleh main selalu." Bila aku menghentikan pergerakkanku, dia akan mengayak-ayak punggungnya seperti tak sabar untuk menikmati puncak kenikmatan. Aku teruskan gerakan sorong-tarik perlahan-lahan dan sekali-sekala aku henyak-henyak sekuat-kuat. Setiap kali dia menerima henyakkanku, dia akan mengerang.
Tiba-tiba dia mengayak punggungnya dengan laju sambil merayu. " Arshad, mak nak sampai, mak nak sampai, mak nak sampai, laju??? laju lagi ?.. Ooo ?arghhhh ?.. ahhh ?.ahhh ?ahhhh. " Serentak dengan itu aku melajukan pergerakanku dan ?. " Uuuhhhh ?. Sampai sayang. " darinya dan kami sama-sama memancutkan air kasih. Tubuhnya mengeletar kenikmatan menerima air kasih ku ke dalam farajnya. Mulutnya mencari-cari mulutku dan mengucupku dengan rakusnya. Kami sampai serentak dengan peluh membasahi tubuh kami.
Selesai pertarungan kami, kami sama-sama terbaring terlentang menghadap ke siling untuk menenangkan nafas kami kembali, masing-masing senyap tanpa berkata-kata buat seketika. Sesekali aku menoleh pada emak mertuaku, Dia tersenyum lemah bila mata kami bertentang. Dia kelihatan gembira. Begitu juga aku.
Setelah nafas kami kembali tenang, kami berpelukkan dan berkucupan. Aku memberanikan diri menyatakan aku cinta padanya dan mahu kerap bersamanya apabila ada kesempatan dan dia membalas dengan mengatakan dia juga telah jatuh cinta pada aku dan terasa amat sayang padaku, bukan sebagai menantunya tetapi sebagai kekasihnya. Dia berjanji akan selalu menyerahkan tubuhnya untuk aku kerjakan selagi ada kesempatan yang mengizinkan. Dia memerlukan lelaki dan lelaki itu adalah aku.
Sebelum kami membersihkan diri masing-masing untuk menyambut kepulangan isteri dan anak-anakku, kami sempat bertarung sekali lagi tetapi secara sederhana dengan penuh kasih sayang. Air maniku telah kehabisan tetapi cukup untuk kami merasa puas dan nikmat.
Petang itu kami duduk di jeti, menunggu rombongan perkelahan pulang dan lagak kami seperti mertua dan menantu. Walaupun kami ingin duduk berpelukkan seperti pasangan lain yang duduk di jeti bersama-sama kami, kami terpaksa menahan perasaan tersebut.
" Arshad, jangan sampai sesiapa sedar hubungan kita, terutama Hasnah dan anak-anak mak yang lain. Nanti kecuh jadinya. " Emak mertuaku memulakan perbualan. Aku menyampuk. " Kita sama-sama jaga perasaan kita depan dia orang, walaupun saya ingin peluk mak sentiasa." " Mak juga rasa macam itu. Kalau boleh mak nak Arshad peluk mak selalu. " balasnya.
" Mak tak pernah bercinta dan tak pernah tahu akan rasa cinta itu bagaimana agaknya tetapi hari ini mak rasakan bahawa perasaan cinta pada Arshad begitu membara sekali. Dulu mak kawin dengan bapak atas kehendak orang tua. Sehingga mak melahirkan 14 orang anak, perasaan cinta itu tidak pernah wujud dalam hidup mak. Mak cuma rasa bahawa hubungan mak dengan bapak adalah kerana tanggungjawab mak sebagai seorang isteri kepada suami sahaja. " Emak mertuaku mula bercerita dan aku hanya mendengarkan sahaja. Dia meneruskan, " Hari ini, mak dapat rasakan cinta, ? cinta mak pada Arshad. Kalaulah kita tidak ada hubungan muhrim, mak hendak kawin dengan Arshad dan hidup bersama sebagai isteri Arshad supaya mak dapat menikmati sepenuhnya rasa cinta yang tak pernah mak alami selama ini, dan mak nak nikmatinya sehingga ke akhir hayat. "
" Bagi saya mak, saya pernah bercinta, cinta pada Hasnah, isteri saya dan anak mak. Mak pun tahu bagaimana saya lalui zaman itu dua puluh dua tahun lalu. Saya sendiri yang beritahu mak dan bapak bahawa saya cintakan anak mak dan mahu mengahwininya. Sehingga sekarang pun kami tetap macam dulu. Kami masih menyintai antara satu sama lain. " Aku menjelaskan pada emak mertuaku. " Tapi pada hari ini, saya telah jatuh cinta pada maknya. Dulu saya jelaskan pada mak bagaimana saya cintakan anak mak tetapi pada hari ini saya masih tetap cintakan Hasnah. Pada hari ini juga saya dapat rasakan cinta saya pada mak. Cinta bagi kali kedua ini amat berlainan dan hebat sekali. Di sini, emak di hadapan saya. Saya tidak dapat menyentuh mak dikhalayak ramai, perasaan rindu saya pada mak dah mula terasa apa lagi selepas ini kita akan berjauhan buat sementara dan akan berjumpa sekali-sekala jika ada kesempatan. " jelasku lagi.
Kami sempat berbual panjang, menjelaskan perasaan masing-masing dan merancang masa depan kami. Bila dan bagaimana kami dapat bertemu dan meneruskan hubungan kami supaya tidak dihidu oleh sesiapapun. Untuk hari-hari seterusnya percutian ini kami berjanji tidak akan melakukan apa-apa supaya jauh dari syak wasangka sehinggalah Hasnah, anak-anak dan adik iparku pulang.
Pada malam itu, kami semua makan bersama. Aku teringatkan janjiku pada isteriku untuk memuaskannya pada malam ini. Aku ragu-ragu jika aku akan mengecewakannya pada malam nanti kerana seluruh tenagaku telahku kerahkan untuk emaknya siang tadi. Maka itu, selepas makan aku minta izin pada isteriku untuk merayau-rayau sendirian pada malam itu dan berjanji akan pulang awal untuk melayani nafsunya pula. Seawalnya tadi, nafsunya memang sudah berkobar-kobar tetapi dia mengizinkan aku setelah aku membuat janji padanya.
Tujuan aku adalah untuk membeli minuman bertenaga "Red Bull" dan menongakknya supaya tenagaku kembali untuk melayan isteriku pula. Nasib aku kurang baik, tidak terdapat kedai yang menjualnya. Aku mula risau dan terus menyusur di gerai-gerai kampung Salang. Aku berhenti untuk minum di sebuah gerai minuman untuk membasahkan tekakku apabila nasib menyebelahiku. Gerai itu ada menjual kopi Tongkat Ali. Aku minum hingga dua gelas hingga badan aku berpeluh kepanasan walaupun cuaca malam itu, dingin sekali. Selepas menghabiskan dua gelas, aku pun beredar untuk pulang ke chalet dan kebilik untuk bertarung kali kedua pula, kini dengan isteriku.
Nampaknya Kopi Tongkat Ali tidak mengecewakan aku atau mungkin ketika aku menyetubuhi isteriku, aku membayangkan emaknya. Yang penting, isteriku puas, seperti biasa, sebelum aku terpancut, dia sampai kepuncak nikmat sebanyak dua kali dan terus terlena kepenatan. Malam itu aku tidur nyenyak dan hanya sedar pada jam 6.00 pagi esoknya. Aku keluar bersiar-siar menyedut udara pagi di tepi pantai. Semasa aku turun dari chalet aku menoleh ke chalet emak mertuaku. Dia tidak kelihatan. Mungkin belum bangun tidur kerana terlalu penat.
Jam 7.30 pagi semua berkumpul untuk sarapan pagi. Aku dan emak mertuaku saling pandang memandang sesekali. Aku rindu untuk memeluknya tetapi apakan daya. Emak mertuaku juga berperasaan sama. Dia menceritakan pada aku selepas kami dapat bersama, setelah pulang daripada percutian.
Jadual hari itu, kami semua di bawa untuk membuat " Jungle Tracking " untuk berkelah di Air terjun dan melihat hidupan liar di Pulau itu. Kali ini, aku dan emak mertuaku ikut bersama. Kerap isteriku suruh aku membantu memimpin emaknya. Walaupun kami mempunyai kesempatan tetapi kami dapat mengawal diri menunaikan janji kami. Aku berlagak sebagai menantu yang baik dan bertanggung jawab dan emak mertuaku menjalankan peranannya sebagai seorang tua yang tidak berdaya berjalan jauh. Sesekali aku mendukungnya. Isteriku kelihatan bangga kerana aku nampak sayang dengan emaknya dan menjaganya dengan baik. Hari itu berjalan dengan tenang. Pagi esoknya kami menghabiskan masa bersiar-siar di Kampung Salang kerana selepas makan tengahari kami akan pulang ke tanah besar di Mersing, Bot kami bertolak pulang pada jam 2.00 petang. Pada kali ini, emak mertuaku tidak mabuk lagi. Dia boleh naik dan turun sendiri dari bot. Kami sampai ke daratan jam 4.00 petang setelah dua jam perjalanan. Jam 4.30 kami terus bertolak dengan bas perlancongan untuk pulang ke bandar.
Seterusnya, perhubunganku dengan emak mertuaku berjalan dengan baik sehingga kehari ini tanpa dapat dihidu oleh sesiapa. Kini hubungan kami telah berjalan selama dua tahun. Sebagai seorang kontraktor, masa aku tidak terkongkong. Aku menyerahkan kerja-kerja pada pembantuku. Urusan pejabat ditangani oleh isteriku dan adik-adik iparku. Kini kunjunganku ke rumah mertuaku semakin kerap tanpa ditemani oleh isteriku kerana terlalu sibuk dengan urusan pejabat yang sengaja aku sibukkannya.
Rumah emak mertuaku telah aku besarkan. Sebuah bilik khas untuk keluargaku apabila kami berkunjung telah aku bina, yang sebenarnya adalah syurga bagi aku dan emak mertuaku untuk meneruskan hubungan kami memuaskan nafsu masing-masing lagaknya sebagai suami isteri. Bilik tersebut hanya aku yang memegang kuncinya dan adik-adik ipar yang amat hormat padaku tidak sesekali mahu mengambil kisah apa yang berlaku dalam bilik tersebut. Mereka juga tidak pernah tahu sama ada aku ada dalam bilik tersebut atau tidak kerana ia terletak di tingkat dua. Di tingkat dua tersebut yang tidak pernah dinaiki oleh adik-adik iparku kerana mereka masing-masing aku binakan bilik sendiri lengkap dengan perabut dan kubelikan set hiburan dalam bilik mereka. Tingkat atas hanya mempunyai bilik keluargaku dan emak mertuaku. Sebab itu apabila emak mertuaku naik ke atas, tiada siapa ambil peduli. Dia akan dipanggil dari bawah sahaja apabila diperlukan dan jika dia keluar dari bilik akupun tiada siapa akan menyedarinya. Maka itu kami bebas melakukan apa sahaja ketika kami bersama. Biasanya apabila kami bersetubuh, aku akan membuka HiFi dengan kuat supaya segala bunyi semasa kami sedang bersetubuh tidak akan kedengaran.
Pada isteriku, selalu aku katakan bahawa aku kena kerja luar berhampiran dengan kampung mertuaku dan aku akan tidur atau berehat di rumah emaknya. Dia amat gembira sekali kerana aku kerap berkunjung dan menjenguk emaknya. Pernah suatu ketika ketika aku sedang menyetubuhi emak mertuaku, telefon bimbitku berbunyi. Dengan batangku masih terbenam dalam lubang nikmat emak mertuaku aku menjawab telefon bimbitku. Melalui telefon, isteriku menanyakan aku berada dimana. Aku nyatakan aku sedang berehat di rumah emaknya. Untuk menyakinkan dirinya dia minta untuk bercakap dengan emaknya. Aku katakan bahawa emaknya sedang berada di dapur tetapi dia tetap ingin bercakap dengan emaknya lalu aku berpura-pura menjerit memanggil emaknya sedangkan emaknya sedang aku hempap dengan batangku masih tertanam. Aku senyapkan selang seminit dan kemudian aku serahkan kepada emak mertuaku yang sedang aku hempap. Emak mertuaku mengambil telefon tersebut dan memulakan perbualan dengan anaknya sambil aku meneruskan henjutan batangku. Aku teruskan menyorong tarik batangku, aku menghisap buah dadanya sedang dia terus berbual-bual dengan anaknya. Aku melihat wajah emak mertuaku menahan kenikmatan dari persetubuhan kami.
" Has! Mak tak dapat berbual panjang ni. Nanti hangus lauk atas dapur, nantilah kita berbual lagi. " Emak mertuaku cuba menamatkan perbualan telefon dengan isteriku dan terus menyerahkan telefon bimbit kepadaku. Aku memastikan aku telah menutupnya dan selepas itu, emak mertuaku mengerang dengan kuat kerana terlalu nikmat dengan asakkanku. Kami meneruskan persetubuhan kami sehingga kekemuncak.
Setiap kali aku berkunjung, akan berakhir dengan sama-sama lemas melakukan persetubuhan berulang-ulang. Kami merasa sungguh bahagia sekali. Dalam pada itu, peti ais di bilikku sentiasa dipenuhi dengan air tin Tongkat Ali untukku dan air tin Manjakani untuk emak mertuaku. Apabila hendak memulakan persetubuhan, kami akan sama-sama menonggak air tersebut dan bertahanlah persetubuhan kami sehingga dua jam. Dengan Tongkat Ali, batangku keras menegak dan dengan Manjakani, pepek emak mertuaku sentiasa sempit seperti anak dara.

Wednesday, February 3, 2010

Mertuaku Kekasihku

Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah
sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja
untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua
minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur
rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada istri di
sisiku. Memang perkawinan kami belum dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun
berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum karena otak laki-laki, pikirannya
jadi kemana-mana.

Bibiku Korbanku

Bibiku Korbanku
Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung. Di sana aku tinggal di rumah pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak sampai saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya tambah ramai dengan kehadiranku.

DOSA SEORANG IBU

Pengalaman-pengalaman saya ini dimulai pada akhir tahun lalu, yang juga merupakan perkenalan pertama saya dengan sebuah Website cerita cerita dewasa.
Sebelum kejadian-kejadian tersebut, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik dan tanpa cacat (menurut saya lho). Umur saya 42 tahun. Saya memiliki dua orang anak keduanya laki-laki. Anak saya terbesar Tony berumur 15 tahun di kelas tiga SMP, sedangkan sikecil Sandy masih berusia 4 tahun. Suami saya bekerja di suatu instansi pemerintah dan kami hidup normal dan bahagia. Saya sendiri seorang sarjana dari perguruan tinggi ternama di negara ini tetapi memilih tidak bekerja. Saya taat beragama dan mengenakan jilbab hingga sekarang.

AKU DAN MAMAKU

Pagi itu aku pulang sekolah lebih awal, karena memang minggu ini kami menjalani ujian semester 2 untuk kenaikan kelas 3 SMU. Sesampai dirumah nampak sebuah mobil sedan putih parkir didepan rumah. Siapa ya ? dalam hatiku bertanya.
Padahal mama hari ini jadwalnya tennis. Untuk menghilangkan penasaranku segera kumasuki rumah. Ternyata di ruang tamu ada mama yang sedang berbincang dengan tamunya. Mama masih menggunakan pakaian olah raganya, sedangkan tamu itu masih berpakaian kerja dan berdasi.
"Sudah pulang sekolahnya ya sayang" Tanya mama padaku.

Wednesday, January 27, 2010

Gairah Tanteku di Warungnya

Cerita ini berawal pada tahun 1997 dan kejadian itu terjadi di rumah istri om-ku. Om-ku itu bekerja pada bidang marketing, jadi kadang bisa meninggalkan rumah sampai satu minggu lamanya, dan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka berdua bersama tiga anaknya yang masih kecil, mendirikan sebuah warung di depan rumah. Tanteku itu orangnya lumayan menarik dengan postur tubuh setinggi 170 cm dengan ukuran dada 34B, berumur kira-kira 29 tahun. Sebenarnya dulu aku suka sekali melihat tubuh mulus tanteku, secara tidak sengaja ketika dia sedang mandi karena memang di tempat kami kamar mandi pada saat itu atasnya tidak tertutup genteng dan tanpa berpintu, jadi kalau ada yang mandi di situ hanya dengan melampirkan handuk di tembok yang menjadikan tanda bahwa kamar mandi sedang dipakai.

Kak Linda Tetanggaku

Perkenalkan namaku Rendi, umurku saat ini 19 tahun. Kuliah dikota S yang terkenal dengan sopan santunnya. Aku anak kedua setelah kakakku Ana. Ibuku bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan ayahku juga bekerja di kantor.

Adikku

Aku Linda, mahasiswi hukum Universitas Pajajaran. Semenjak dua tahun
yang lalu, saat diterima kuliah di Universitas Pajajaran, aku tinggal
di Bandung. Aku berasal dari Sukabumi, ayahku berasal dari Bandung,
sedangkan ibuku asli Sukabumi. Mereka tinggal di Sukabumi. Cerita ini
menceritakan kisahku yang terjadi saat aku kelas 1 SMA di Sukabumi
yang terus berlanjut sampai aku kuliah sekarang.

Aku anak yang paling tua dari dua bersaudara. Aku mempunyai satu adik
laki-laki. Umurku berbeda 2 tahun dengan adik. Kami sangat dimanja
oleh orang tua kami, sehingga tingkahku yang tomboy dan suka maksa
pun tidak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan adikku yang tidak
mau disunat walaupun dia sudah kelas 2 SMP.

Waktu kecil, aku sering mandi bersama bersama adikku, tetapi sejak
dia masuk SD, kami tidak pernah mandi bersama lagi. Walaupun begitu,
aku masih ingat betapa kecil dan keriputnya penis seorang cowok.
Sejak saat itu, aku tidak pernah melihat lagi penis cowok. Sampai
suatu ketika, pada hari senin sore, aku sedang asyik telpon dengan
teman cewekku. Aku telpon berjam-jam, kadang tawa keluar dari
mulutku, kadang kami serius bicara tentang sesuatu, sampai akhirnya
aku rasakan kandung kemihku penuh sekali. Aku kebelet pipis. Benar-
benar kebelet pipis, sudah di ujung lah. Cepat-cepat kuletakkan
gagang telpon tanpa permisi dulu sama temanku. Aku berlari menuju ke
kamar mandi terdekat. Ketika kudorong ternyata sedang dikunci.

"Hey..! Siapa di dalam..? Buka dong..! Udah nggak tahan..!" aku
berteriak sambil menggedor-gedor pintu.
"Akuu..! Tunggu sebentar..!" ternyata adikku yang di dalam. Terdengar
suaranya dari dalam.
"Nggak bisa nunggu..! Cepetan..!" kataku memaksa.
Gila, aku benar-benar sudah tidak kuat menahan ingin pipis.

"Kreekk..!" terbuka sedikit pintu kamar mandi, kepala adikku muncul
dari celahnya.
"Ada apa sih..?" katanya.
Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung nyerobot ke dalam karena
sudah tidak tahan. Langsung aku jongkok, menaikkan rokku dan membuka
celana dalamku.
"Serrrr..." keluar air seni dari vaginaku.
Kulihat adikku yang berdiri di depanku, badannya masih telanjang
bulat.

"Wooiiyyy..! Sopan dikit napa..?" teriaknya sambil melotot tetap
berdiri di depanku.
"Sebentarrr..! Udah nggak kuat nih," kataku.
Sebenarnya aku tidak mau menurunkan pandangan mataku ke bawah. Tetapi
sialnya, turun juga. Kelihatan deh burungnya.
"Hihihihi..! Masih keriput kayak dulu, cuma sekarang agak gede
dikitlah..." gumanku dalam hati.
Aku takut tertangkap basah melihat penisnya, cepat-cepat kunaikkan
lagi mataku melihat ke matanya. Eh, ternyata dia sudah tidak melihat
ke mataku lagi. Sialan..! Dia lihat vaginaku yang lagi mekar sedang
pipis. Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vaginaku biar cepat
selesai pipisnya. Tidak sengaja, kelihatan lagi burungnya yang masih
belum disunat itu. Sekarang penisnya kok pelan-pelan semakin gemuk.
Makin naik sedikit demi sedikit, tapi masih kelihatan lemas dengan
kulupnya masih menutupi helm penisnya.

"Sialan nih adikku. Malah ngeliatin lagi, mana belum habis nih air
kencing..!" aku bersungut dalam hati.
"Oooo..! Kayak gitu ya Teh..?" katanya sambil tetap melihat ke
vaginaku.
"Eh kurang ajar Lu ya..!" langsung saja aku berdiri mengambil gayung
dan kulemparkan ke kepalanya.
"Bletak..!" kepala adikku memang kena pukul, tetapi hasilnya air
kencingku kemana-mana, mengenai rok dan celana dalamku.

"Ya... basah deh rok Teteh..." kataku melihat ke rok dan celana
dalamku.
"Syukurin..! Makanya jangan masuk seenaknya..!" katanya sambil
mengambil gayung dari tanganku.
"Mandi lagi ahh..!" lanjutnya sambil menyiduk air dan menyiram
badannya.
Terus dia mengambil sabun dan mengusap sabun itu ke badannya.
"Waduh.., sialan nih adik..!" sungutku dalam hati.
Waktu itu aku bingung mau gimana nih. Mau keluar, tapi aku jijik pake
rok dan celana dalam yang basah itu. Akhirnya kuputuskan untuk buka
celana dalam dan rokku, lalu pinjam handuk adikku dulu. Setelah
salin, baru kukembalikan handuknya.

"Udah.., pake aja handuk Aku..!" kata adikku.
Sepertinya dia mengetahui kebingunganku. Kelihatan penisnya mengkerut
lagi.
"Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..!" batinku.
Aku lalu membuka celana dalamku yang warnanya merah muda, lalu rokku.
Kelihatan lagi deh vaginaku. Aku takut adikku melihatku dalam keadan
seperti itu. Jadi kulihat adikku. Eh sialan, dia memang memperhatikan
aku yang tanpa celana.

"Teh..! Memek tu emang gemuk kayak gitu ya..? Hehehe..!" katanya
sambil nyengir.
Sialan, dia menghina vaginaku, "Iya..!" kataku sewot. "Daripada culun
kayak punya Kamu..!" kataku sambil memukul bahu adikku.
Eh tiba-tiba dia berkelit, "Eitt..!" katanya.
Karena aku memukul dengan sekuat tenaga, akhirnya aku terpeleset.
Punggungku jatuh ke tubuhnya. Kena deh pantatku ke penisnya.
"Iiihhh.., rasanya geli banget..!" cepat-cepat kutarik tubuhku sambil
bersungut, "Huh..! Elo sih..!"

"Teh.. kata Teteh tadi culun, kalau kayak gini culun nggak..?"
katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke penisnya.
Kulihat penisnya mulai lagi seperti tadi, pelan-pelan semakin gemuk,
makin tegak ke arah depan.
"Ya.. gitu doang..! Masih kayak anak SD ya..?" kataku mengejek dia.
Padahal aku kaget juga, ukurannya bisa bertambah begitu jauh. Ingin
juga sih tahu sampai dimana bertambahnya. Iseng aku tanya, "Gedein
lagi bisa nggak..?" kataku sambil mencibir.
"Bisa..! Tapi Teteh harus bantu dikit dong..!" katanya lagi.
"Megangin ya..? Wekss.., ya nggak mau lah..!" cibirku.
"Bukan..! Teteh taruh ludah aja di atas tititku..!" jawabnya.

Karena penasaran ingin melihat penis cowok kalau lagi penuh, kucoba
ikuti perkataan dia.
"Gitu doang kan..? Mau Teteh ngeludahin Kamu mah. Dari dulu Teteh
pengen ngeludahin Kamu""Asyiiikkk..!" katanya.
Sialan nih adikku, aku dikerjain. Kudekatkan kepalaku ke arah
penisnya, lalu aku mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga aku
membuang ludahku, kulihat penisnya sudah bergerak, kelihatan penisnya
naik sedikit demi sedikit. Diameternya makin lama semakin besar, jadi
kelihatan semakin gemuk. Dan panjangnya juga bertambah. Asyiik banget
melihatnya. Geli di sekujur tubuh melihat itu semua. Tidak lama
kepala penisnya mulai kelihatan di antara kulupnya. Perlahan-lahan
mendesak ingin keluar. Wahh..! Bukan main perasaan senangku waktu
itu. Aku benar-benar asyik melihat helm itu perlahan muncul. Seperti
penyanyi utama yang baru muncul di atas panggung setelah ditunggu
oleh fans-nya.

Akhirnya bebas juga kepala penis itu dari halangan kulupnya. Penis
adikku sudah tegang sekali. Menunjuk ke arahku. Warnanya kini lebih
merah. Aku jadi terangsang melihatnya. Kualihkan pandangan ke adikku.
"Hehe..." dia ke arahku. "Masih culun nggak..?" katanya
lagi. "Hehe..! Macho kan..!" katanya tetap tersenyum.
Tangannya tiba-tiba turun menuju ke selangkanganku. Walaupun aku
terangsang, tentu saja aku tepis tangan itu.

"Apaan sih Elo..!" kubuang tangannya ke kanan.
"Teh..! Please Tehhh.. Pegang aja Teh... Nggak akan diapa-apain...
Aku pengen tahu rasanya megang itu-nya cewek. Cuma itu aja Teh.."
kata adikku, kembali tangannya mendekati selangkanganku.
Waduuhh.. sebenarnya aku mau jaga image, masa mau sih sama adik
sendiri, tapi aku juga ingin tahu bagaimana rasanya dipegang oleh
cowok di vagina.
"Inget..! Jangan digesek-gesekin, taruh aja tanganmu di situ..!"
akhirnya aku mengiyakan. Deg-degan juga hati ini.

Tangan adikku lalu mendekat, bulu kemaluanku sudah tersentuh oleh
tangannya. Ihh geli sekali... Aku lihat penisnya sudah keras sekali,
kini warnanya lebih kehitaman dibanding dengan sebelumnya. Uuppss...
Hangatnya tangan sudah terasa melingkupi vaginaku. Geli sekali
rasanya saat bibir vaginaku tersentuh telapak tangannya. Geli-geli
nikmat di syaraf vaginaku. Aku jadi semakin terangsang sehingga tanpa
dapat ditahan, vaginaku mengeluarkan cairan.
"Hihihi.. Teteh terangsang ya..?"
"Enak aja... sama Kamu mah mana bisa terangsang..!" jawabku sambil
merapatkan selangkanganku agar cairannya tidak semakin keluar.
"Ini basah banget apaan Teh..?"
"Itu sisa air kencing Teteh tahuuu..!" kataku berbohong padanya.
"Teh... memek tu anget, empuk dan basah ya..?"
"Tau ah... Udah belum..?" aku berlagak sepertinya aku menginginkan
situasi itu berhenti, padahal sebenarnya aku ingin tangan itu tetap
berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak menggesek bibir
vaginaku.

"Teh... gesek-gesek dikit ya..?" pintanya.
"Tuh kan..? Katanya cuma pegang aja..!" aku pura-pura tidak mau.
"Dikit aja Teh... Please..!"
"Terserah Kamu aja deh..!" aku mengiyakan dengan nada malas-malasan,
padahal mau banget tuh. Hihihi.. Habis enak sih...
Tangan adikku lalu makin masuk ke dalam, terasa bibir vaginaku
terbawa juga ke dalam.
Ouughh..! Hampir saja kata-kata itu keluar dari bibirku. Rasanya
nikmat sekali. Otot di dalam vaginaku mulai terasa berdenyut. Lalu
tangannya ditarik lagi, bibir vaginaku ikut tertarik lagi.
"Ouughh..!" akhirnya keluar juga desahan nafasku menahan rasa nikmat
di vaginaku.
Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Karena takut jatuh,
aku bertumpu pada bahu adikku.

"Enak ya Tehh..?"
"Heeh..," jawabku sambil memejamkan mata.
Tangan adikku lalu mulai maju dan mundur, kadang klitorisku tersentuh
oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat luar biasa,
badan ini akan tersentak ke depan.
"Tehh..! Adek juga pengen ngerasaain enaknya dong..!"
"Kamu mau diapain..?" jawabku lalu membuka mata dan melihat ke
arahnya.
"Ya pegang-pegangin juga..!" katanya sambil tangan satunya lalu
menuntun tanganku ke arah penisnya.
Kupikir egois juga jika aku tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan
tangannya menuntun tanganku. Terasa hangat penisnya di genggaman
tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sabun
di penisnya, dengan mudah aku bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok
penisnya.

Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku
sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling
memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.
Tiba-tiba dia berkata, "Teh..! Titit Adek sama memek Teteh digesekin
aja yah..!"
"Heeh" aku langsung mengiyakan karena aku sudah tidak tahan menahan
rangsangan di dalam tubuh.
Lalu dia melepas tangannya dari vaginaku, memajukan badannya dan
memasukkan penisnya di antara selangkanganku. Terasa hangatnya batang
penisnya di bibir vaginaku. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya
untuk menggesekkan penisnya dengan vaginaku.

"Ouughhh..!" aku kini tidak malu-malu lagi mengeluarkan erangan.
"Dek... masukin aja..! Teteh udah nggak tahan..!" aku benar-benar
sudah tidak tahan, setelah sekian lama menerima rangsangan. Aku
akhirnya menghendaki sebuah penis masuk ke dalam vaginaku.
"Iya Teh..!"
Lalu dia menaikkan satu pahaku, dilingkarkan ke pinggangnya, dan
tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke vaginaku.

Aku terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku.
Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang
kurasa. Akhirnya aku hanya bisa menggigit bibirku untuk menahan rasa
nikmat itu. Karena sudah dari tadi dirangsang, tidak lama kemudian
aku mengalami orgasme. Vaginaku rasanya seperti tersedot-sedot dan
seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.
"Ouuggggkkk..!" aku tidak kuat untuk tidak berteriak.
Kulihat adikku masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat
tenaga. Tiba-tiba dia mendorong sekuat tenaga hingga badanku
terdorong sampai ke tembok.
"Ouughhh..!" katanya.
Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vaginaku. Lalu badannya
tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di
dalam vaginaku.

Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh
mengisi vaginaku. Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami
berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami
saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas susuku dan
memilin putingnya.
"Teh..! Teteh nungging, terus pegang bibir bathtub itu..!" tiba-tiba
dia berkata.
"Wahh..! Gila Lu ya..!"
"Udah.., ikutin aja..!" katanya lagi.
Aku pun mengikuti petunjuknya. Aku berpegangan pada bathtub dan
menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar
dengan pantatku. Aku tahu adikku bisa melihat dengan jelas vaginaku
dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam
vaginaku dari belakang.

"Akkkhh..! Gila..!" aku menjerit saat penis itu masuk ke dalam rongga
vaginaku.
Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih
kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas
payudaraku. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya sampai sekitar 10
menit ketika kami hampir bersamaan mencapai orgasme. Aku rasakan lagi
tembakan sperma hangat membasahi rongga vaginaku. Kami lalu berciuman
lagi untuk waktu yang cukup lama.

Setelah kejadian itu, kami jadi sering melakukannya, terutama di
kamarku ketika malam hari saat orang tua sudah pergi tidur. Minggu-
minggu awal, kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap
malam kami bersetubuh. Bahkan dalam semalam, kami bisa melakukan
sampai 4 kali. Biasanya aku membiarkan pintu kamarku tidak terkunci,
lalu sekitar jam 2 malam, adikku akan datang dan menguncinya. Lalu
kami bersetubuh sampai kelelahan.

Kini setelah aku di Bandung, kami masih selalu melakukannya jika ada
kesempatan. Kalau bukan aku yang ke Sukabumi, maka dia yang akan
datang ke Bandung untuk menyetor spermanya ke vaginaku. Saat ini aku
mulai berani menghisap sperma yang dikeluarkan oleh adikku.