Sunday, February 21, 2010

Wasti Anak Pembantuku

Dony, begitu nama panggilanku. Tumbuh sebagai laki-laki aku boleh dibilang sempurna baik dalam hal ketampanan maupun kejantanan dengan tubuhku yang tinggi tegap dan atletis. Dalam kehidupan aku juga serba berkecukupan karena aku adalah juga anak angkat kesayangan seorang pejabat sebuah departemen pemerintahan yang kaya raya.

Saat ini aku kuliah di kota Bandung, disitu aku menyewa sebuah rumah kecil dengan perabot lengkap dan untuk pengawasannya aku dititipkan kepada Oom Rony, sepupu ayahku yang juga pemilik rumah untuk memperhatikan segala kebutuhanku. Oom Rony adalah seorang pejabat perbankan di kota kembang ini dan

Teh Netty yang sexy

Hai, namaku Priambudhy Saktiaji, teman-teman memanggilku Budhy. Aku tinggal di Bogor, sebelah selatan Jakarta. Tinggiku sekitar 167 cm, bentuk wajahku tidak mengecewakan, imut-imut kalau teman-teman perempuanku bilang.

Langsung saja aku mulai dengan pengalaman pertamaku 'make love' (ML) atau bercinta dengan seorang wanita. Kejadiannya waktu aku masih kelas dua SMA (sekarang SMU). Saat itu sedang musim ujian, sehingga kami di awasi oleh guru-guru dari kelas yang lain. Kebetulan yang mendapat bagian mengawasi kelas tempatku ujian adalah seorang guru yang bernama Ibu Netty, umurnya masih cukup muda, sekitar 25 tahunan.

RAHASIA KITA BERDUA

Ketika itu saya baru berumur 12 tahun, sebagai anak tunggal. Sewaktu orang tua saya sedang pergi keluar negeri. Teman baik ibuku, Tante Susi, yang berumur 26 tahun, diminta oleh orang tuaku untuk tinggal di rumah menjagaiku. Karena suaminya harus keluar kota, Tante Susi akan menginap di rumahku sendirian. Tante Susi badannya agak tinggi, rambutnya dipotong pendek sebahu, kulitnya putih bersih, wajahnya ayu, pakaian dan gayanya seksi. Tentu saja saya sangat setuju sekali untuk ditemani oleh Tante Susi.

Birahi di lapangan tenis

Kisah ini berawal di sebuah kawasan elite di Jakarta dimana saya bernama Basra
berkenalan dengan Shinta di lapangan tenis tersebut karena jadwal yang
bersamaan. Kami berdua sudah menginjak usia diatas empat puluhan, namun karena
olah raga yang sangat teratur dan disiplin, bentuk tubuh dan penampilan kami
masih sangat baik dan terjaga, terlebih Shinta yang masih bak gadis belasan
tahun, lincah sexy, langsing dan mulus apalagi selalu mengenakan kaus yang ketat
dan rok tenis mini, sehingga menampilkan pahanya yang putih mulus dan langsing

Baby sitterku sayang

Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan belanja-belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang bernama Marni. Aku panggil dengan Mbak Marni.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di Jakarta. Pada waktu itu aku dan kawan-kawanku main ke rumahku, sementara papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe dan Aponk main ke rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh Aponk, yang

Mbak lia Tetangga kostku

Kadang aku sering senyum sendiri kalo inget cerita ini. Kisah ini terjadi semasa aku masih kuliah,bermula saat aku menginjak pertengahan smester 3.
Sebut saja aku Edo,Aku cowok biasa aja aku ngrasa gak ada yang istimewa dari aku,bahkan mungkin sebagai cowok cenderung agak telat soal bercinta.buktinya hingga saat itu aku belom mempunyai cewek,sedangkan temen-temen kostku semua dah pada dapat gandengan sejak semester awal.

Wednesday, February 17, 2010

Konspirasi Dengan Adik Laki-laki Ku

Kulit Ratna putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada umumnya. Wajahnya tidak seberapa cantik: polos dan berkacamata. Seorang mahasiswi yang cerdas dan rajin -- typical seorang gadis nerd. Tidak ada yang istimewa dari Ratna -- tubuhnya kurus, dada dan pantat yang relatif kecil, selain itu -- orangnya juga alim dan sopan.

Menaklukkan kakak ipar

Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.
Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang

Cintaku dengan gadis chinesee

Kenalkan dulu, namaku Yudi, umurku 29 tahun. Aku dari lahir sampai sekarang tinggal di Bandung. Dulu aku kuliah di universitas swasta terkenal di Bandung Utara. Sekarang aku kerja di salah satu pabrik garment di daerah Bandung Barat. Posisiku sebagai Manager Produksi, jadi ya mengurusi produksi melulu. Sebagai level manager, aku bersyukur aku diberi fasilitas yang kupikir lebih dari cukup (soalnya dari dulu aku biasa diajarkan hidup sederhana, walaupun bapakku tidak begitu miskin). Bos memberiku mobil Lancer Evo IV,

Gairah yang menggebu

     
 Wawan, seorang bujangan berumur 28 tahun yang saat ini sedang kebingungan. Pasalnya, panggilan pekerjaan dari sebuah perusahaan dimana dia melamar begitu mendadak. Dia bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal secepat ini. Perusahaan dimana dia melamar terletak di luar kota, jangka waktu panggilan itu selama empat hari, dimana dia harus melakukan tes wawancara. Akhirnya dia memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan penginapanlah dimana dia harus tinggal. Dengan bekal yang cukup malah berlebih mungkin, sampailah dia di penginapan dimana perusahaan yang dia lamar terletak di kota itu juga.

Hujan manis

Sebenarnya saya sungkan sekali menceritakan pengalaman saya yang pertama. Saya berani sumpah, saya belum pernah cerita pengalaman saya ini ke siapa pun.

OK, ceritanya begini, saya ini anak sulung dari keluarga yang lumayan kaya di Surabaya. Saya masih SMU kelas 2, tapi saya sudah sangat mandiri. Bapak saya jarang sekali ada di rumah. Beliau selalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Sementara adik dan Ibu saya ada di Jakarta. Jadi saya lebih sering sendirian di rumah. Ya

Saturday, February 13, 2010

Aku dan ibu mertuaku

Perkawinanku yang telah berusia tujuh tahun tergolong mulus dan memberi banyak kebahagiaan. Tetapi tidak sejak enam bulan lalu, tepatnya setelah istriku Neni terkena kanker payudara dan terpaksa salah satu miliknya itu harus diangkat. Neni menjadi sangat murung dan kehilangan gairah hidup. Bahkan ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Saturday, February 6, 2010

Vinny dan Venus

CHAPTER I
Vinny : The Introduction

Vinny, tujuh belas tahun. Pembangkang. Keras kepala. Suka main-main dalam segala hal. Sanguinis Populer. Sejak kecil, hidupnya bergelimang harta. Seperti layaknya keluarga `sok' modern, orientasi orang tuanya tak lebih dari sekedar materi. Kasih sayang, hanya sekedar normalitas, juga dalam bentuk materi.
Vinny tumbuh dan berkembang dengan semaunya. Tumbuh bersama susu kaleng dan timangan baby-sitter. Ia gadis. Ia seorang perempuan. Kuntum yang mekar di usia ke-enam belas. Menawan. Membuat mata setiap

Titipan khusus

Titipan khusus
Namaku Karina, usiaku 17 tahun dan aku adalah anak kedua dari pasangan Menado-Sunda. Kulitku putih, tinggi sekitar 168 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.

Penyusup di Pesta

Pada suatu hari, tepat pukul 15:00, saya bersama Gloria, sahabat saya, bersama-sama pergi ke sebuah bangsal di dalam sekolah kami. Di sana, kami sering berkeliaran dengan tujuan untuk menemukan barang untuk membuat eksperimen. Pada saat itu, tiba-tiba terdengarlah suara keributan di luar. Sayapun segera pergi ke luar untuk melihat apakah yang terjadi. Di luar, saya meliha 9 yang wajahnya tidak dapat terlihat jelas sedang berjalan mendekat bersama ketiga teman saya yang lainnya, yang tidak lain adalah Beatrice, Evelyn, dan Purnama.

Dukun cabul dan ibu rumah tangga

Vivi tidak bisa menerima sikap dan tindakan Ardi akhir-akhir ini yang ia lihat sudah melupakan dan membiarkan keluarganya. Tindakan ini dilihat Vivi saat Ardi akan pergi ke luar kota untuk meninjau perusahaannya di kota lain. Vivi menduga pasti Ardi telah melakukan suatu perselingkuhan dan menyeleweng dikarenakan Ardi tidak lagi memberikan nafkah batin untuk Vivi, sedangkan Ardi selalu pergi ke luar kota setiap minggu dengan begitu hubungan seks-nya dengan istrinya pasti tersalur, sedang saat ini Ardi telah lupa

Diperkosa Lima Mahasiswa

Meskipun usia pernikahanku dengan Mas Eka telah menginjak enam tahun, kami belum juga dikaruniai anak. Padahal hubungan seksku dengan suamiku berjalan seperti yang dilakukan banyak orang.

Sebut saja namaku Agnes (29 tahun). Aku selisih lima tahun dengan Mas Eka. Jujur kuakui, suamiku itu memang orangnya ganteng dengan badan yang atletis. Dalam segi materi pun, dia mencukupiku bahkan berlebih-lebihan.

5 second

Nama saya Iwan (samaran), tinggi 167, umur 27 tahun, kebetulan warga keturunan. Pada tahun 1995 saya kuliah di daerah Semanggi, jurusan teknik, lalu karena satu dan lain hal pada tahun 2000 saya kuliah lagi di universitas komputer terkenal di Jakarta Barat. Saya punya kecenderungan tertarik jika melihat wanita yang lebih tua, rasanya ingin sekali bermain cinta dengannya, karena menurut saya wanita tersebut sexy sekali.

Muridku Sara

Setelah aku pindah kontrakan, aku banyak murung. Aku selalu teringat Titin. Untuk menghilangkan pikiran itu, aku konsentrasikan pada pelajaran. Akhirnya aku lulus dengan nilai memuaskan. Sangat memuaskan.

Sekarang aku harus bisa sekolah ke STM. Aku ingin bisa bekerja untuk meringankan beban orang tuaku. Oh ya, Warungku selain menjual rokok, barang-barang pokok seperti sabun, beras, dll juga sekarang sudah menjadi warung makan. Ini berkat kepandaian bapakku mengelola keuangan. Kalau dulu uangnya hanya disimpan oleh ibu. Terkadang bapakku juga menerima pesanan pembuatan lemari dari kayu atau memperbaiki mesin mobil yang rusak

Sari Dan Rina

Seperti telah kuceritakan di bagian sebelumnya, Senin, Rabu dan Jumat adalah jadwalku mengajar Sari dan Rina. Karena rumah Rina lebih dekat, maka Sari yang datang ke rumah Rina. Ibu Rina adalah orang Menado. Bapaknya orang Batak. Kedua orang tuanya berada di Surabaya. Dia disini tinggal berdua saja dengan kakak perempuan tertuanya yang kerja di Bank. Mengontrak rumah mungil di daerah Cipete. Sedang kedua orang tua Sari adalah asli orang Tasik. Keduanya cantik. Tinggi tubuhnya hampir sama. Rina orangnya putih, agak gemuk dan sedikit banyak omong. Sedang Sari hitam manis, cenderung pendiam dan agak kurus.

Namanya Titin

Perkenalkan namaku Prihatin Pamungkas. Kenapa namaku seperti itu? Dan kenapa judulnya adalah tiga belas?Ini ceritanya.Aku akan menceritakan secara singkat saja. Aku adalah anak bungsu, dilahirkan pada bulan Desember tahun 1965 di kota kecil di ujung barat Jawa Barat. Kedua orang tuaku berasal dari Jogya, Jawa Tengah. Bapakku adalah seorang tukang kayu dan saat aku dilahirkan, bekerja pada saat PT Krakatau Steel didirikan. Setelah proyek selesai, bapakku bekerja di Departemen Penerangan, kota Serang. Tetapi

Mantapnya ibu mertua ku

Namaku Heri, umurku sekarang ini 26 tahun. Ini adalah pengalamanku yang benar-benar nyata dengan Ibu mertuaku. Umurnya belum terlalu tua baru sekitar 45th. Dulunya baru umur 18 tahun dia sudah kimpoi. Ibu mertuaku bentuk tubuhnya biasa-biasa saja malah boleh dikatakan langsing dan singset seperti perawan. Tak heran sebab hingga kini ia masih mengkonsumsi jamu untuk supaya selalu awet muda dan langsing.

Mertuaku Kekasihku

Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah
sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja
untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua
minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur

Ibu mertua dari Malaysia

Kisah ini berlaku pada diriku bermula 2 tahun dahulu dan telah berterusan sehingga kini. Aku tidak minta ia berlaku kerana sebelum ini aku memang hidup bahagia disamping isteriku yang cantik dengan 7 orang anak. Tiada apa-apa kekurangan pada isteriku. Dalam bilik tidurpun isteriku masih hebat. Dia dapat melakukan apa sahaja asalkan kami puas ketika bersama.
Bapa mertuaku meninggal dunia pada tahun 1991, meninggalkan emak mertuaku dengan 3 orang anak yang masih menuntut di sekolah rendah. Adik beradik isteri kesemuanya 14 orang, begitu ramai tetapi semuanya sudah membawa diri masing-masing, ada yang telah berkahwin dan ada yang berhijrah ke bandar kerana bekerja. Akhirnya tinggal 3 orang yang masih kecil menemani emak mertuaku di kampung.
Sejak kematian bapanya, isteriku semakin rapat dengan emaknya dan aku bertindak membantu menyara adik-adik iparku bersekolah. Hampir setiap bulan, kami akan balik ke kampung yang jaraknya 24 km dari bandar tempat tinggal kami untuk menjenguk-jenguk mereka. Pada setiap musim cuti, biasanya aku akan menyewa sebuah van untuk membawa keluargaku dan mertuaku serta adik-adik iparku bercuti ke tempat-tempat peranginan dan 2 tahun lalu kami kesemua 13 orang mengambil keputusan untuk bercuti secara pakage ke Pulau Tioman melalui Mersing, Johor. Kami mengambil pakage 4 hari tiga malam dan akan tinggal di chalet Kampong Salang.
Kami tiba di Mersing pada jam 9.30 pagi dan terus menuju ke pengkalan jeti. Di kaunter tiket, aku menemui agent percutian kami dan dimaklumkan bahawa bot ke Pulau Tioman akan bertolak jam 11.00 pagi tepat. Kami diarah supaya berada di dermaga selewat-lewatnya jam 10.45 pagi. Sementara menunggu waktu yang ditetapkan, kami menuju ke restoran berhampiran dan makan bersama-sama. Aku perasan, sejak dalam bas menuju ke Mersing, emak mertuaku kurang bercakap dan semasa kami sedang makan, dia hanya makan beberapa suap sahaja, itupun hanya nasi sahaja tanpa lauk, lalu aku menegurnya.
" Emak, dari tadi saya tengok mak senyap saja. Mak tak sihat ke ?" Tanyaku tanpa sebarang jawapan. Isteriku juga mencelah. " Emak, makanlah mak, mak sakit ke?" soalan yang sama ditujukan kepada mertuaku. Dengan suara perlahan, emak mertuaku menjawab. " Mak tak pernah naik kapal, mak rasa gerun dan takut mabuk." Dari jawapannya, aku faham bahawa dia tidak begitu seronok untuk naik bot. Aku cuba menenangkan perasaannya dengan memberitahunya. " Emak jangan takut, nanti emak duduk sebelah dalam perut bot. Kalau mak duduk ditengah-tengah, mak tak nampak laut jadi rasanya macam naik bas sahaja."
Isteriku mencelah. "Betul cakap Abang Arshad, mak. Mak duduk di tengah-tengah dengan saya dan budak-budak ini semua. Jangan tengok laut." Dengan penjelasan itu, baru aku lihat emak mertuaku tersenyum dan menceduk lauk serta terus makan dengan seleranya.
Tiba masa untuk bertolak. kami menuju ke dermaga. Anak-anak dan adik-adik iparku sudah tidak sabar-sabar menunggu untuk menaiki bot. Bersama-sama kami, ramai pelancong-pelancong dari dalam dan luar negara sedang bersedia untuk menaiki bot. Apabila semboyan dibunyikan sahaja, kami semua bergegas-gegas menaiki bot yang bentuknya seperti jet jumbo. Ketika aku mengajak emak mertuaku naik, dia minta supaya naik kemudian sekali. Aku akur dan menyuruh isteri dan anak-anak serta adik-adik iparku naik dahulu. Setelah keadaan lenggang aku memimpin emak mertuaku untuk naik bot tetapi apabila sahaja hendak melangkah, bot mula berayun mengikut ombak, emak berpatah balik kerana ketakutan. Aku bertanya padanya, " Kenapa mak ?, jom kita naik." Tetapi mak mertuaku bagai tergamam. Aku faham perasaannya dan tanpa di sedari aku menceduk punggungnya dan mengangkatnya naik ke bot. Emak mertuaku memaut leherku dan mukanya disembamkan ke leherku. Sesampai di atas bot, aku cuba menurunkannya tetapi pautannya semakin kuat bagai tidak mahu melepaskan aku kerana ketakutan. Aku terus membawanya ke perut bot dan meletaknya diatas kerusi. Isteri dan anak-anakku ketawa geli hati melihat telatah emak mertuaku. Selepas itu baru dia melepaskan pautannya dileher ku. Ketika itu tanpa disengajakan, apabila aku melepaskan tangannya dari leherku, emak mertuaku menolehkan kepalanya dan bibir kami bersentuhan dan ketika itu, seperti masa terhenti, mata kami bertemu dan aku dapat merasakan kehangatan nafasnya membelai wajahku. Aku hanya sempat berkata' "Ops. Maaf mak." Dan emak mertuaku terus tertunduk malu. Aku bangun menegakkan badan dan mencuri pandang pada isteri dan anak-anakku jika mereka terlihat apa yang berlaku tetapi mereka asyik mentertawakan kami berdua.
Setelah setengah jam ditengah lautan, tiada apa-apa yang berlaku. Aku bergerak keluar dari perut bot dan berdiri dibelakang untuk menikmati pemandangan disekeliling yang kelihatan dari jauh, pulau-pulau bertaburan ditengah lautan. Tiba-tiba aku terdengar namaku diteriak dan aku bergegas masuk ke dalam. Emak mertuaku sedang tunduk ke bawah dan ditangannya memegang beg plastik. Aku bertanyakan kepada isteriku akan apa yang berlaku. Dia memberitahu bahawa emak mabuk laut dan muntah. Aku mengeluarkan minyak kapak dari poketku dan mengosok-gosok belakang leher mak mertuaku. Dia muntah hingga keluar muntah hijau tetapi apabila aku menggosokkan minyak dilehernya dia mendongak dan menarik nafas dalam-dalam. Aku duduk disebelahnya sambil memicit-micit pangkal lehernya. Emak kelihatan semakin tenang. Dia melentukkan kepalanya dibahuku dengan matanya pejam. " Biarlah emak tidur bang. Kalau tidak nanti dia muntah lagi." Selesai isteriku bercakap, emak sendawa mengeluarkan angin dari perutnya. "Abang peluk mak jangan sampai dia jatuh dari tempat duduknya." Pinta isteriku. Tanpa apa-apa perasaan aku memeluk emak mertuaku dan memaut pinggangnya. Tubuh kami bergesel-gesel mengikut alunan ombak yang menonggak arus bot. Aku menoleh untuk melihat isteri, anak-anak dan adik iparku. Mereka semua terlelap di ayun ombak. Apabila kepala emak mertuaku melurut ke dadaku, aku menolaknya semula kebahuku.
Tiba-tiba bot menghempas dengan kuat. Ibu mertuaku seakan terperanjat dan tangan kirinya memaut kuat ke leherku. Kepalanya semakin erat dipangkal leherku sehingga aku dapat merasakan kehangatan dengusan nafasnya. Dadanya dihimpitkan kedadaku. Aku tersipu-sipu malu tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Aku menjeling isteriku lagi tetapi dia telah terlelap lena dikerusinya.
Pergerakan bot melawan ombak membuatkan bot beralun-alun. Yang tidur semakin lena. Nafas emak mertuaku semakin perlahan, menandakan dia juga munkin terlena. Sekali lagi bot menghempas. Tangan kiri emak mertuaku yang sedang memaut leherku terlepas perlahan-lahan kedadaku, mengelungsur ke perut dan terhenti betul-betul dicelah pehaku. Aku tertegun dan perlahan-lahan mengalihkan tangannya. Apabila aku mengalihkannya diletak kembali dicelah pehaku tetapi kali ini tangannya mengosok-gosok betul-betul dibatangku. Batang aku ini pula pantang tersentuh begitu, cepatlah ia mengeras. Sambil tangannya menggosok-gosok, mukanya semakin hampir keleherku dan hidungnya ditonyoh-tonyoh. Aku tidak tahu sama ada ia disengajakan atau emak mertuaku sedang bermimpi. Tiba-tiba semboyan kuat berbunyi dan bot semakin perlahan. Semua penumpang terkejut dan melihat sekeliling. Emak mertuaku juga terjaga dan cepat-cepat mengalihkan tangannya. Aku buat-buat tak tahu apa-apa tetapi aku sedar, melalui kerlingan mataku, aku lihat, emak mertuaku asyik memandangku. Aku jerit kuat." Dah sampai. " dan semua anak-anakku terjaga serta isteri dan adik iparku.
Apabila bot sampai di dermaga, kami semua beratur untuk turun. Di atas jeti, ada sambutan oleh pihak pengurusan chalet terhadap ketibaan kami. Anak-anak semua gembira dan melompat naik. Seperti mula-mula naik bot, kini aku harus mendukung emak mertuaku naik ke jeti. Diatas jeti berlaku kelucuan. Anak-anak, isteri dan adik iparku terhoyong hayang berjalan sambil ketawa. "Ayah, jeti ini bergerak-gerak. Saya takut." Semua yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak melihat telatah mereka yang mabuk darat setelah 2 jam dilautan. Aku jua tak terlepas, apabila aku turut terhoyong hayang bersama sambil mendukung emak mertuaku.
Kami disambut dengan meriah sekali dengan senyuman dan kalungan bunga. Aku masih lagi mendukung emak mertuaku sehingga ke darat. Isteri, anak-anak dan ipar-iparku terus mengikuti penyambut tetamu ke pejabat pengurusan. Aku menuju ke sebuah kerusi dan cuba menurunkan emak mertuaku. Semasa aku meletakkannya dikerusi, tangannya masih memaut leherku. Kali ini bagai disengajakan, apabila dia melepaskan tangannya, hidung dan mulutnya mengesel mulutku. Aku buat tak perasan dan melepaskannya duduk. " Mak tunggu sini dulu, Arshad nak ke kaunter uruskan kunci chalet." Jelasku kepadanya. Emak mertuaku tidak menjawab apa-apa, tetapi mata layu nya merenung mataku.
Setelah kami selesai masuk ke chalet masing-masing, aku bersama isteriku dan 2 orang anak kecilku. Anak-anak yang besar berkongsi sebuah chalet 3 bilik bersama seorang adik iparku. Emak mertuaku berkongsi chalet 2 bilik bersama 2 orang adik iparku, kami dihidangkan minuman petang di restoran berhampiran. Kami juga diberikan penerangan mengenai pakej percutian kami. Selepas ini kami dibenarkan bersendirian bersiar-siar di pantai dan kawasan-kawasan berdekatan. Di Kampong Salang ini ada beberapa buah gerai menjual cenderahati, gerai-gerai makan, gerai-gerai karaoke dan menyewa alatan penyelam.
Kami menghabiskan masa bersiar-siar dan bermandian di pantai sehingga lewat petang. Selepas itu kami kembali ke chalet masing-masing dan bersedia untuk makan malam. Selama itu, emak mertuaku hanya duduk di chalet dan tidak mengikut kembaraan kami. Dia menghabiskan masa dengan tidur dan berehat untuk menghilangkan rasa mabuk lautnya.
Jam 8.00 malam, kami semua bergerak ke restoran untuk hidangan makan malam. Emak mertuaku duduk disebelahku dan isteriku. Dia masih tidak banyak bercakap. Kami makan bersama-sama dan selepas makan, aku lihat anak-anak dan adik iparku telah berkenalan dengan ramai rakan sebaya mereka dan bermain bersama-sama di kawasan perkampungan itu. Emak mertuaku terus bergerak ke chaletnya. Katanya, dia hendak berehat. Aku dan isteriku bersiar-siar di tepi pantai yang hanya diterangi oleh cahaya lampu pantai yang malap dan cahaya bulan di langit. Kami mencari suatu sudut yang sunyi dan berasmara seperti kami mula-mula baru kahwin dahulu. Apabila kami terasa ingin bersetubuh, kami kembali ke chalet dan terus masuk ke bilik. Oleh kerana anak-anak masih belum balik, kami bersetubuh sepuas-puasnya didalam bilik. Aku tak tahu kenapa malam ini aku tidak boleh terpancut sedangkan isteriku telah tiga kali lemas. Mungkin peristiwa siang tadi bersama emak mertuaku mengganggu perasaanku. Walaubagaimanapun, isteriku puas dan kerana kepenatan terus terlelap. Ini adalah biasa, setiap kali selepas bersama, dia akan tertidur sehingga pagi. Kalau bom meletup pun dia tidak akan sedar kerana dia akan tetap terbangun pagi, seawal jam 5.00 pagi tiap-tiap hari.
Oleh kerana angin laut begitu hangat, apalagi setelah bertarung selama satu jam aku berasa rimas dan keluar merayau-rayau seorang diri. Aku duduk di gerai karaoke melihat gelagat orang ramai menyanyi dan bergembira sehingga tidak sedar waktu telah jam 1.00 pagi. Aku bergerak untuk pulang ke chalet. Setibanya di chalet, lampu semua telah dipadamkan. Anak-anak telah terlena tetapi mataku masih belum mengantuk. Aku duduk ditangga chalet menghadap ke chalet emak mertuaku. Aku mengenangkan peristiwa yang berlaku antara aku dan mak mertuaku siang tadi. Adakah disengajakan atau tidak. Aku belum pernah bernafsu terhadap perempuan lain selain isteriku yang cantik dan bertubuh mekar, tetapi hari ini aku terangsang terhadap emak mertuaku sendiri. Walau dalam usia 54 tahun, emak mertuaku masih nampak menarik. Tidak terlalu kurus tetapi gebu. Buah dadanya terasa masih utuh dan keras ketika menghimpit dadaku. Daging pinggangnya masih kental. Aku cuba melawan perasaanku tetapi nafsu syaitan masih menggodaku. Dalam benakku bertanya sendiri. Adakah dia akan menyerah dengan mudah kalau aku menggodanya. Perasaan yakin dan tidak yakin berkecamuk dalam benakku. Nak buat atau tidak. Akhirnya aku berkeputusan untuk mencuba dan aku melangkahkan kakiku ke chaletnya. Dipertengahan perjalananku aku tersentak apabila tiba-tiba emak mertuaku berdiri didalam kegelapan malam dihadapanku. " Eh! Mak, nak ke mana ?" Tanyaku dengan nada terperanjat. Dia menyahut. "Emak tak boleh tidur kerana dah puas tidur siang tadi, Arshad nak kemana ?" Dia menanyakan aku pula. " Arshad pun tak dapat lelap mata. Kan sejuk ini mak, kenapa tak pakai baju sejuk?" Aku meneruskan kata-kataku.
" Taklah Arshad, angin malam ni hangat sangat. Kalau Arshad belum nak tidur, teman mak jalan-jalan kat pantai." Pintanya. "Baiklah mak, jom." Jawabku. Situasi ini telah melenyapkan segala yang aku ranncangkan tadi. Aku tak tahu nak buat apa bila berhadapan dengannya begini lalu aku cuba turutkan kehendakknya sebagai emak mertuaku.
Kami bersiar-siar dengan mengikut langkah kakinya. Kami berjalan seiringan dengan jarak selengan sambil bercakap bila perlu sahaja. Tanpa sedar, kami telah berjalan jauh dari tempat penginapan kami. Tiada lagi lampu pantai hanya cahaya bulan menerangi laluan kami. Sesampai dikawasan berbatu, kami memanjat ke atas dan berdiri menikmati angin malam. Emak mertuaku berdiri diatas batu sambil aku duduk lebih kurang dua meter dibelakangnya. Cahaya bulan yang memancar ketubuhnya menembusi kain pelekat dan baju kebaya kedahnya sehingga menampakkan bentuk tubuh yang serta merta merangsang syahwatku. " Dia menggoda lagi ke?" kata hatiku.
Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, aku terdengar suara-suara dari dalam semak-semak dibelakangku. Emak mertuaku juga terperasan lalu bergerak menuju ke arah ku. " Bunyi apa tu, ada orang kat sinilah Arshad." Emak mertuaku berkata sambil terus bergerak menuju ke arah datangnya suara tersebut. Aku menuruti dibelakangnya. Langkahnya terhenti apabila terlihat sesuatu. Aku bergerak rapat ke arahnya dan amat terperanjat sekali apabila melihat bayang-bayang dua manusia sedang enak bersetubuh dihadapan kami. Seketika pula terdengar disebelah kanan dan kiri kami. Mereka semua sedang memadu asmara sambil melempiaskan nafsu masing-masing. Syahwatku terus terangsang tetapi aku melawannya. Tiba-tiba emak mertuaku bersuara membisikku. " Diaorang semua tengah main, Arshad." Aku hanya mampu menjawab, "A' ah". Dan tak tahu nak buat apa. Tiba-tiba leherku dipaut dan ditarik kebawah. Emak mentuaku telah terbaring dengan tangannya memaut leherku. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Aku tersentak sebentar tetapi aku tahu ini lah peluang yang aku inginkan sejak tadi, kenapa pula aku harus menolak. Aku merebahkan tubuhku keatas tubuhnya dan terus mengucup mulutnya. Lidah dan gigi kami berlaga-laga dengan rakusnya. Sungguh nikmat. Aku ingin menikmati teteknya lalu aku seluk kedalam bajunya dan meramas-ramas payu dara emak mertuaku. Dia mengerang sambil tangan kanannya menyentap-yentap seluarku. Aku mengerti kehendaknya lalu bangun dan menanggalkan seluarku. Tanpa seluar dalam, batangku terus menerjah keluar sambil emak mertuaku menyelak kainnya keatas menampakkan kemaluannya yang masih lebat berbulu diterangi cahaya bulan. Dia mengangkat kelengkangnya dan aku terus rebah lalu menyucukkan batangku kemulut farajnya. Tanpa lengah-lengah dia menolak punggungnya keatas dan farajnya menelan batangku hingga ke pangkal. Kakinya memaut punggungku bagai tidak mahu melepaskan batangku. Kami terdiam sebentar dan farajnya mengemut-ngemut batangku. Nafasnya semakin kuat dan tiba-tiba sahaja dia mengerang dan terus longlai. Aku macam tak percaya. Belum pun aku bermula, dia sudah kekemuncak. Pautan kakinya dilepaskan dan batang aku yang masih keras terbenam dalam lubang farajnya. Tiada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dalam kegelapan malam itu, dia menarik tubuhku rapat ketubuhnya, mengucupku dan kemudian menolakku baring disebelahnya di atas rumput-rumput yang dibasahi embun bercampur perahan peluh kami berdua.
Selepas beberapa ketika, masih tiada kata-kata hanya sekali-kali dia mengucup-ngucup dan menjilat dadaku. Tak tahu apa hendak aku katakan. Masing-masing membisu. Jam tangan aku berbunyi dan aku dekatkan kemataku menunjukkan jam 3.00 pagi. Pukul lima pagi, pasti isteriku akan bangun. Apa harus aku katakan jika dia dapati aku dan emaknya tiada dikatil masing-masing.
Seperti dia mengetahui apa yang sedang aku fikirkan, tiba-tiba emak mertuaku bersuara sambil menarik-narik batangku yang mencodak kelangit. "Masukkan Arshad!, mak dah puas, Arshad mainlah emak sampai Arshad puas." Aku tak tahu apa nak jawab. Aku hempap tubuhnya dan tusukkan batangku kedalam farajnya. Walaupun dia telah puas, dia membantu dengan mengerakkan punggungnya kekiri, kekanan, keatas dan kebawah. Sambil menyetubuhinya, aku ramas teteknya dan sekali-sekala aku rapatkan bibirku kebibirnya. Sekali sekala aku lajukan sorongan dan adakalanya aku perlahankan dengan tujuan dapat membangkitkan nafsunya semula walaupun terpaksa mengambil masa lama sedikit. Harapanku tidak sia-sia, kemutan farajnya mula terasa, lidahnya mula minta dinyonyot dan kakinya mula berpaut kuat tetapi apakan daya, aku sudah tidak dapat bertahan dan dengan sekali huja, batangku terbenam hingga ke pangkal dan terus menyemburkan air kasih hingga melimpah keluar bersama-sama dengan batangku yang mula layu. " Maafkan Arshad mak, Arshad tak boleh tahan lagi." Rayuku. Dia hanya menjawab. "Tak apalah." Dan kami terus berpelukan dan berkucupan apabila jam tanganku berbunyi lagi. Kami terus membetulkan pakaian masing-masing dan meninggalkan tempat kami bermadu dengan insan-insan yang masih bergelimpangan melayari kasih mereka.
Setibanya ditempat penginapan kami, aku menghantar emak mertuaku hingga kebiliknya. Sebelum beredar kami sempat berkulum lidah sambil dia meramas-ramas batangku dan aku menjolok-jolok jariku kedalam lubang farajnya.
Aku terus membaringkan tubuhku disebelah isteriku dan terlena hinggalah aku dikejutkan oleh isteriku. " Bang, bangun, sejam lagi kita nak bertolak ke tempat perkelahan. Semua dah bersedia. Apa ni, tidur jauh malam, kan lepak dah. Bangun cepat." Mataku terasa kelat tetapi aku harus bangun. Aku bergerak menuju ke bilik air. Di depan chalet aku lihat emak mertuaku sedang rancak bergurau dengan cucu-cucunya, tidak lagi terconggok senyap sendirian seperti semalam. Dia memandang kearahku sambil tersenyum. Dia nampak riang sekali hari ini.
Selepas mandi, aku terus masuk ke bilik. Aku lihat isteriku sedang berbaring di atas katil. Apabila nampak aku masuk, dia mula berkata. " Bang, sebelum pergi, kita main sekejap." Pintanya. Dalam hatiku berkata. "Wow!, boleh ke ni?" . Aku harus memikirkan sesuatu supaya keupayaanku tidak ketara selepas berhempas pulas dengan emaknya malam tadi."Phew! apa aku nak buat ni. Rasa macam tak sanggup. " bisik hatiku lagi. Supaya tidak mengecewakannya aku memberi alasan. "Has! Bukan tak nak, tapi kena minum RedBull dulu. Itupun selepas setengah jam baru boleh. Jadi masa tak ada sayang. Kita dah nak bertolak." Penjelasan itu sudah cukup meyakin isteriku. Dia mengalah tetapi dengan kata-kata. " Tapi malam nanti bagi Has tau." Aku hanya mampu tersenyum.
Masa untuk bertolak ke jeti untuk menaiki bot ke tempat perkelahan hampir tiba. Bot sudah berada dipengkalan dan pelancong-pelancong sedang berbaris untuk menaiki bot. Dari atas bukit tempat penginapan kami jelas nampak bot besar yang tertambat di jeti. Aku memanggil semua anak-anak aku dan adik-adik iparku supaya bergerak ke jeti. Tidak kelihatan emak mertua dan isteriku. Aku memanggil isteriku dan terdengar suara sahutan dari chalet emak mertuaku. Sebentar kemudian hanya isteriku sahaja yang keluar dan aku bertanya dimana emaknya.
"Abang! Abang jangan marah ye!" "Kenapa?" Balasku. " Emak takut dia mabuk lagi naik bot, jadi dia tak nak ikut. Tapi takkan nak tinggalkan dia sorang di sini." Jawab isteriku. " OK lah, Has tinggal dengan mak, biar abang bawa anak-anak." Balas ku lagi.
"Woi! Woi!, malam sikit," jawab isteriku. "Has, pergi sama anak-anak, Abang temankan emak. Abang dah pernah ke sini tapi Has baru sekali ini. Jadi abang kenalah temankan emak. "
Aku tergamam sebentar dan memandang isteriku dengan pandangan yang memeranjatkan sambil membalas. " OK! Tapi jaga anak-anak baik-baik, jangan ada yang lemas " dan disahut oleh isteriku yang telah sampai ke bawah bukit. "Jangan takut, Abang jaga emak baik-baik tau." Dan terus menghilang menuju ke jeti.
Perasaanku bercampur-campur. Tidak suka kerana tidak dapat berkelah bersama-sama anak-anak dan isteriku. Suka, munkin peristiwa semalam akan berulang.
Tiba-tiba emak mertuaku muncul di hadapan chaletnya sambil memandang aku. Aku meneriak kepadanya. " Emak, kita pergi sarapan dulu kat sana jom." Emak mertuaku terus berjalan menuju ke arahku. Setibanya disampingku, aku mengulang kembali kata-katanya semalam. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Emak mertuaku tersenyum mendengarkannya lalu aku kucup sekali dibibirnya. Dia tersipu-sipu seolah-olah malu. Aku pimpin tangannya menuju ke gerai untuk bersarapan.
" Emak makan kenyang-kenyang, nanti tak cukup tenaga." Aku memulakan perbualan. Dia bertanya, "Tenaga untuk apa?" lalu aku menjawab. "Untuk main dengan saya."
Dia hanya menyahut, "Ishhh, Arshad ni." Kami bersarapan nasi lemak dan meminta lauk ketam goreng. Emak mertuaku begitu berselera sekali pagi ini.
"Lepas ini kita nak kemana mak?" Tanyaku. Emak menjawab, " Ke biliklah, ke mana lagi?" Aku terasa gembira sekali dengan jawapannya dan batangku menunjukkan perasaannya sendiri dan mula mengeras.
Selesai bersarapan, kami bergerak menuju ke tempat penginapan dan aku bertanya kepada emak mertuaku dia hendak dichalet aku atau chaletnya. " Dekat bilik maklah, kalau bilik Arshad nanti, bersepah air mani dan peluh. Nanti Hasnah perasan baru padan muka." Aku akur dan terus menuju ke chalet emak mertuaku. Setibanya didalam chalet, aku menguncikan pintu dan tingkap-tingkap dan memasang penghawa dingin. Aku dakap emak mertuaku dan menjilat mukanya. Dia hanya tegak membatu membiarkan perlakuanku. Kemudian aku tanggalkan bajunya dituruti dengan kainnya. Dia tidak memakai seluar dalam dan berdirilah ia dihadapanku tanpa seurat benang. Dia cuba menutup dadanya dengan telapak tangan tetapi aku melarangnya. Aku arahkan emak mertuaku berdiri tegak dihadapanku kerana aku katakan padanya aku hendak menatap tubuh yang melahirkan isteriku. Aku duduk ditepi katil sambil memerhati setiap sudut tubuhnya. Umurnya 54 tahun. Muka tidak nampak berkedut tetapi jelas sedikit kedutan diatas lehernya. Kulit diatas dadanya sedikit kelihatan kasar tetapi buah dadanya sederhana dan licin keputihan. Lengannya masih gebu dan kelihatan sedikit lemak ditepi pinggang dan perutnya. Di sebelah kanan bawah perutnya ada parut melintang dari kanan ke kiri, bekas pembedahan untuk mengikat tiub falopiannya bagi mengelakkan kehamilan setelah melahirkan 14 orang anak. Ini bermakna, seberapa banyak aku pancutkan air maniku, dia tidak akan hamil. Punggungnya kecil dan melurus dari peha ke betisnya. Sungguh menghairahkan.
Setelah puas aku menatap tubuhnya, aku bangun dan menanggalkan pakaianku dan bertelanjang bogel dihadapannya. Ketika aku menanggalkan seluar dalamku, dia memalingkan mukanya tetapi aku merapatinya lalu memenang kepalanya dan mengarahkan pandangannya kepada zakar ku. Dia mengeraskan kepalanya untuk berpaling semula lalu aku berkata padanya. " Mak tak nak tengok benda yang masuk dalam pepek mak semalam." Tanpa berkata, dia memusatkan pandangannya kepada zakarku. Kemudian aku mendongakkannya dan mengucup bibirnya. Cara dia menyambut kucupanku seolah-olah dia hendak berubah fikiran untuk tidak meneruskannya lalu tanganku ku letakkan pada buah dadanya dan perlahan-lahan meramas-ramas putingnya sehingga mulutnya terbuka dan menerima lidahku.
Kami masih berdiri sambil melayan perasaan kami. Dia mula merangkul leherku dan sebelah tangannya membelai batangku yang sememangnya telah mencodak keras. Nafasnya semakin kencang, mendengus-dengus dengan kuat. Tiba-tiba dia meronta melepaskan tubuhnya dari dakapanku. Aku tersentak seketika tetapi apabila di terus naik keatas katil dan terlentang mengangkang menampakkan pepeknya dengan gaya seorang perempuan yang kelaparan sek, aku terus menerkamnya. Lantas dia mencapai batangku dan menghalakannya ke lubang farajnya. Dengan sekali henjut, seluruh batangku terbenam ke dalam bersamaan dengan suaranya yang mengerang kesedapan. Semasa ini kami tidak pandai lagi melakukan "foreplay" maka itu kami terus sahaja bersetubuh. Setiap tolakkan masuk batangku disambut dengan suara mengerang dari emak mertuaku. Sorong menyorongku semakin laju, seirama dengan ayakan punggungnya. Lidahku dinyonyot sambil tanganku meramas-ramas buah dadanya hinggalah tubuhnya mengejang dan mengigil akibat kepuasannya telah memuncak. Aku hentikan gerakanku seketika sambil menekan batangku sedalam yang munkin. "Uhhhhggg, uhhhhgggggg." suara garau keluar dari tengkoroknya menandakan nikmat yang amat sangat diikuti dengan tubuhnya yang terus longlai tidak bermaya. Setelah keadaan reda, aku teruskan gerakan batangku kelubang farajnya. Dalam kedinginan penghawa dingin pun tidak dapat menahan curahan peluh kami, bersatu membasahi tubuh dan tilam tempat kami bersetubuh.
Aku memperlahankan gerakan batangku yang licin keluar masuk lubang nikmat yang telah dibasahi lendir yang terbit hasil nikmat persetubuhan kami. Dadanya turun naik dengan nafasnya yang kencang seperti orang yang baru menamatkan perlumbaan 100 meter dipadang. Dalam usianya 54 tahun, staminanya tidak sekuat nafsunya lagi tetapi keperluan syahwat dan nafsunya amat diperlukan untuk terus menikmati kepuasan. Aku mengalah dan mencabut batangku lalu berbaring disebelahnya, menunggu sehingga kepenatannya reda. Dalam keadaan lemah laonlai itu tangannya mencapai batangku dan membelai perlahan-lahan sehingga lendir dibatangku kering dibuatnya. Emak mertuaku berpaling memandangku sambil tersenyum puas.
" Biar emak rehat sekejap ya Arshad." Rayunya pada aku. Aku hanya menganggukan kepalaku. Dalam pada itu, tanganku aku letakkan pada pepeknya dan meraba-raba lubang nikmat tersebut. Dia membuka luas kelengkangnya supaya aku dapat terus mainkan jari-jariku.
Mungkin kerana terlalu keletihan, emak mertuaku terlena. Aku bangun mencari tuala dan aku kesat hingga kering lendir yang membasahi pepeknya. Setelah kering, aku menghempapnya lalu memasukkan batangku kelubang nikmat itu dan mengerakkannya perlahan-lahan. Emak mertuaku membuka matanya dengan lesu dan membiarkan aku menyetubuhinya. Lima minit kemudian aku melepaskan benih kasih ku ke dalam lubang farajnya. Sekali lagi pepeknya dibasahi dengan air maniku. Dia masih terlena dan setelah aku cabut batangku keluar aku turut terlena disisinya.
Bila aku tersedar, jam dinding telah menunjukkan pukul 12.30 petang dan perutku terasa lapar. Emak mertuaku masih nyenyak dengan dengkuran perlahan. Aku bangun dan terus kebilik mandi, membersihkan tubuhku dan apabila aku keluar dari bilik air, dia masih lena. Aku duduk dikerusi di hadapan katil sambil menatap tubuhnya. Dalam hatiku bertanya sendiri, mengapakah mesti emak mertuaku menjadi perempuan selepas isteriku yang aku tiduri. Sampai bilakah hubungan ini akan berterusan.
Setelah sekian lama duduk memerhati tubuh mertuaku yang baru aku gauli dengan nikmatnya bertelanjang bulat di atas katil aku bangun mengejutnya. " Mak!, Mak! " terasa janggal pula memanggilnya mak selepas apa yang kami lakukan bersama. "Mak! Bangun."
Apabila dia membuka matanya, bagai seorang yang baru dikejutkan dari mimpinya, dia cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang bertelanjang bulat. Dengan rambutnya yang kusut masai dan baru bangkit dari tidur barulah kelihatan seperti seorang perempuan tua seusia umurnya.
Aku duduk disisinya sambil memegang bahu dan berkata, " Emak, Arshad ni. Bangun dulu dan kita pergi makan tengahari." Seolah-olah baru sedar dari lamunan dia menjawab. " Oh, Arshad " lalu terus bangun dan melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya dan terus bergerak ke bilik air. Dengan bertuala aku mengikutnya ke bilik air. Dia telah merapatkan pintu bilik air lalu aku mengetuk untuk masuk. Tiada jawapan seketika lalu aku menolak pintu bilik air dan masuk. Aku lihat seorang perempuan tua dan dia telah menanggalkan gigi palsunya sedang mencangkung membuang air kecil. Bersama air kencingnya, meleleh keluar lendir berwarna putih. Matanya memandang ke bawah melihat lendir putih yang banyak sekali keluar bersama air kencingnya sambil berkata. " Banyaknya air mani Arshad dalam pepek mak."
Apabila dia mendongak semula memandang padaku, wajahnya tanpa gigi palsunya tampak terlalu tua. Alangkah anehnya perasaanku, keadaan wajahnya membuatkan aku semakin terangsang kuat lalu aku membuka tualaku dan menunjukkan batang aku yang keras mencodak kedepan. Dia cuba menyembunyikan mukanya dengan menutupnya dengan kedua-dua belah tangan. Aku bergerak rapat kearahnya yang sedang mencangkung dan menariknya bangun berdiri dihadapanku. Aku kuakkan tangannya lalu menatap wajahnya tetapi dia cuba menundukkan wajahnya mengelak dari tatapanku. Aku menundukkan kepalaku dan mencapai bibirnya dengan mulutku tetapi dia berpaling dan berkata. " Jangan tengok mak macam ni. Mak malu." Tanpa banyak bicara aku mengangkatnya lalu membawanya keluar dari bilik air dan membaringkannya di atas katil. Aku telah terlalu terangsang dan tidak boleh mengawal perasaanku lagi. Aku naik keatasnya dan mendepangkan kedua-dua tangannya. Dia memalingkan mukanya mengelak dari pandangnku. Aku jerit kepadanya. " Pandang sini. " Emak mertuaku terkejut dengan suara ku yang meninggi tetapi di menuruti arahanku dan memandang ke arahku. Aku merapatkan mulutku ke mulutnya yang tanpa gigi. Aku belah mulutnya dengan lidahku dan melahapnya dengan rakus. Batangku masih terletak diatas perutnya. Aku lepaskan tangannya, memaut rambutnya sambil berkucupan. Air liur kami bertakung dengan banyak sehingga meleleh-leleh keluar bercampur baur.Tangannya memaut tengkukku dan kami terus berkucupan selama beberapa minit lagi. Kemudian aku turun dari tubuhnya dan berbaring disisinya.
Aku mengiringkan tubuhku dan memeluknya. Aku lihat air mata emak mertuaku meleleh keluar dari matanya. Dia menangis dengan senyap. Aku menongkat kepalaku memandangnya dan sebelah tanganku memegang buah dadanya. " Mak menangis mak, kenapa ? " Tanya ku.
" Arshad, kita dah lakukan dosa besar, Mak rasa berdosa pada Hasnah. Mak kesian pada dia." Timbul rasa kekesalan pada dirinya dan dia menyambung, " Mak rasa kita lupakan apa yang telah kita lakukan dan kembali seperti biasa. " Aku hanya terdiam tanpa kata-kata. Aku cuba mencium bibirnya tetapi dia mengelak dan mengetapkan bibirnya dan terus berkata. " Walaupun mak akan rasa kekosongan tetapi biarlah ia berlalu dengan sendirinya. Maafkan mak, Arshad. " Situasi begini membuatkan aku panik lantas aku terus bangun mengenakan pakaianku dan beredar keluar dari chaletnya membiarkan emak mertuaku bersendirian. Kemudian aku terus menuju ke restoran untuk mengisi perutku yang lapar sambil melayani fikiranku yang berserabut dengan seribu persoalan.
Selesai makan, aku duduk di jeti, cuba menenangkan fikiranku. Setelah dia mengajar aku betapa enaknya perhubungan sumbang ini, tiba-tiba dalam sekelip mata dia cuba mengakhirinya. Aku masih mengingini untuk meratah puas-puas tubuhnya. Bagaimana akan aku hadapinya selepas ini ? Aku bertekad untuk bersemuka dengannya sebelum isteri dan anak-anak aku pulang sekitar jam 6.30 petang ini. Jam aku menunjukkan pukul 2.30 petang dan emak mertuaku tidak kelihatan dimana-mana. Dia pasti masih berada dichaletnya. Aku terus menuju ke restoran untuk membelikan makanan untuk dibawa kepadanya.
Aku melangkahkan kakiku menuju ke chaketnya dan sesampai di pintu chalet, aku mengetuk dan emak mertuaku membuka pintu. Belum sempat aku mengatakan sesuatu dia mula bersuara. " Arshad, mak nak cakap sikit dengan Arshad. " lalu dia duduk di atas kerusi. Aku menghulurkan makanan yang aku belikan seraya berkata. " Nah mak. Arshad belikan mak nasi bungkus. Mak makanlah dulu. Selepas ini kita boleh berbincang. "
" Takpe lah, letak dulu atas meja ni. Nanti mak makan. Kita mesti bincang dulu. " balasnya. Aku duduk di kerussi berhadapan dengannya lalu memusatkan pandanganku kearahnya. Emak mertuaku cuba mengelak pandanganku. Dia tidak memandang tepat padaku. Aku jadi sedikit gementar untuk menghadapi suasana ini tetapi aku kuatkan semangat dan memulakan bicara. " Mak, kalau mak nak bincang tentang apa yang kita dah lakukan, Arshad bertekad, walau apapun yang akan berlaku, Arshad tetap mahu main dengan emak." Belum sempat aku menyambung kata-kataku, dia menyampuk, " Arshad, apa yang kita lakukan ini berdosa. Mak tak tahu kenapa mak buat macam ini, dengan menantu mak pulak tu. Terus terang mak katakan, mak memang bernafsu kuat. Selepas bapak meninggal, mak masih boleh bertahan lagi tetapi sejak Pak Ayub mengusik-usik mak hari itu, tiba-tiba mak rasa mak perlukannya lagi. Nafsu mak kembali lagi walaupun mak dah tua ni. "
" Mak, nafsu akan pergi selepas kita mati. Selagi kita hidup, selagi itu kita akan mempunyai nafsu. Semalam mak dah ajar saya curang dengan isteri saya dan saya dah mula seronok main dengan mak tapi tiba-tiba mak nak cerita pasal dosa pulak. Saya nak mak faham betul-betul, saya tetap nak teruskan apa yang kita dah mulakan. " Suaraku mula meninggi. " Kita ikutkan saja hati kita, orang lain tak perlu tahu. Bila saya hendak, mak mesti beri, kalau tidak saya akan lakukan perkara yang mak tak ingin tahu. Fahamkan itu dan jangan banyak cakap lagi. " Aku mula mengherdiknya. Dia kelihatan terperanjat dengan lakuku dan menunjukkan kegelisahannya. " Sekarang makan dulu, lepas ini kita main. " aku menyambung dengan batang aku mula mengeras.
" Mak belum lapar lagi, nanti karang mak makanlah." Balasnya sayu. Aku terus memerintahnya. "Kalau gitu, naik atas katil dan bukak baju mak sekarang juga. Saya dah tak tahan nak main. " Aku sendiri terkejut dengan kata-kata yang aku keluarkan tetapi nafsu telah mengawal diriku. Aku mesti menyetubuhinya lagi.
Mak mertuaku bangun dan berlalu masuk ke bilik, menanggalkan pakaiannya satu persatu dan baring meniarap di atas katil. Aku dengan masih berpakaian membaringkan diri disebelahnya. Aku mengusap rambutnya dan merapatkan bibirku kepipinya lalu menciumnya. Serentak dengan itu, dia mengiringkan tubuhnya menghadap aku sambil tersenyum.
" Mak, maafkan Arshad kerana berkasar dengan mak tadi. " aku mulakan berkata padanya. " Kalau mak nak lupakan bahawa kita telah buat perkara ini, Arshad akan bangun dan tinggalkan bilik ini ?. " Belum sempat aku menghabiskan ayatku, emak mertuaku menyambut cakapku. " Dah lah Arshad, kita dah terlanjur jauh. Emak perlukan seorang lelaki dalam hidup mak. Kalau Arshad sudi, Arshad boleh jadi lelaki tu. "
Aku cuba mendapatkan kepastian daripadanya . " Maksud mak, kita akan teruskan begini. " aku menyambung. Dia hanya menganggukkan kepalanya mengiakan. Aku terasa lega kerana kini aku tidak berlawan dengan perasaanku lagi dan tidak bertepuk sebelah tangan. Buat seketika aku ketepikan perasaanku terhadap isteriku, anaknya.
Aku menarik emak mertuaku naik ke atas tubuhku dan kami berkucupan sambil tanganku meraba-raba belakang tubuhnya. Tangan aku singgah dipunggungnya yang berisi dan aku ramas-ramas perlahan-lahan. " Arshad, sebelum Hasnah dan anak-anak balik ? " Aku faham maksudnya dan menyekat kata-katanya dengan menarik rapat mulutnya dan menolak lidahku ke dalam. Dia menyambut dengan menyonyot-nyonyot lidahku. Sambil memeluknya, aku mengolekkan badan dan menghempap tubuhnya. Aku meneruskan meraba ke buah dadanya dan meramas-ramas perlahan-lahan. Nafas emak mertuaku semakin kuat dan kencang. Dia telah menunjukkan tanda bersedia untuk disetubuhi.
Aku bangun perlahan-lahan dan melepaskan kucupan kami lalu membuka baju dan seluarku. Dia terlentang dikatil sambil tangannya meraba-raba bibir farajnya yang kelihatan berkilat-kilat diselaputi lendirnya sendiri. Perlahan-lahan aku menghempap tubuhnya lagi dan menemukan mulut kami. Kami berkucupan dan buah dadanya terhempap oleh dadaku. Aku mengesek-gesekkan tubuh kami dengan mengoyang-goyang perlahan-lahan. Tangan kananku aku susurkan ke farajnya dan memain-mainkan jariku di situ. Sekali-sekala aku jolokkan jariku ke dalam lubang nikmatnya. Seiringan dengan itu, dia mengoyang-goyangkan punggungnya.
" Arshad!, masukkan. " Emak mertuaku merayu. Dengan itu, aku bangun dan memegang kedua-dua kakinya dan mengangkangkannya. Perlahan-lahan aku letakkan kepala zakarku ke mulut farajnya dan menolak sedikit demi sedikit hingga terbenam keseluruhannya. Apabila kepala zakarku mencecah pangkal rahimnya dia mengerang kesedapan. Aku rebahkan tubuhku menghempap tubuhnya sambil menyorong dan menarik batangku keluar, masuk perlahan-lahan. Matanya pejam menahan kenikmatan dari pergerakanku. Aku merapat ke telinganya dan membisik. " Sedap tak mak. " Dia hanya menganggukkan kepala dan aku menyambung lagi. " Kia buat selalu. " Dia membalas dengan suara tersekat-sekat menahan kenikmatan. " Arshad mesti selalu jenguk-jenguk mak. Kita boleh main selalu." Bila aku menghentikan pergerakkanku, dia akan mengayak-ayak punggungnya seperti tak sabar untuk menikmati puncak kenikmatan. Aku teruskan gerakan sorong-tarik perlahan-lahan dan sekali-sekala aku henyak-henyak sekuat-kuat. Setiap kali dia menerima henyakkanku, dia akan mengerang.
Tiba-tiba dia mengayak punggungnya dengan laju sambil merayu. " Arshad, mak nak sampai, mak nak sampai, mak nak sampai, laju??? laju lagi ?.. Ooo ?arghhhh ?.. ahhh ?.ahhh ?ahhhh. " Serentak dengan itu aku melajukan pergerakanku dan ?. " Uuuhhhh ?. Sampai sayang. " darinya dan kami sama-sama memancutkan air kasih. Tubuhnya mengeletar kenikmatan menerima air kasih ku ke dalam farajnya. Mulutnya mencari-cari mulutku dan mengucupku dengan rakusnya. Kami sampai serentak dengan peluh membasahi tubuh kami.
Selesai pertarungan kami, kami sama-sama terbaring terlentang menghadap ke siling untuk menenangkan nafas kami kembali, masing-masing senyap tanpa berkata-kata buat seketika. Sesekali aku menoleh pada emak mertuaku, Dia tersenyum lemah bila mata kami bertentang. Dia kelihatan gembira. Begitu juga aku.
Setelah nafas kami kembali tenang, kami berpelukkan dan berkucupan. Aku memberanikan diri menyatakan aku cinta padanya dan mahu kerap bersamanya apabila ada kesempatan dan dia membalas dengan mengatakan dia juga telah jatuh cinta pada aku dan terasa amat sayang padaku, bukan sebagai menantunya tetapi sebagai kekasihnya. Dia berjanji akan selalu menyerahkan tubuhnya untuk aku kerjakan selagi ada kesempatan yang mengizinkan. Dia memerlukan lelaki dan lelaki itu adalah aku.
Sebelum kami membersihkan diri masing-masing untuk menyambut kepulangan isteri dan anak-anakku, kami sempat bertarung sekali lagi tetapi secara sederhana dengan penuh kasih sayang. Air maniku telah kehabisan tetapi cukup untuk kami merasa puas dan nikmat.
Petang itu kami duduk di jeti, menunggu rombongan perkelahan pulang dan lagak kami seperti mertua dan menantu. Walaupun kami ingin duduk berpelukkan seperti pasangan lain yang duduk di jeti bersama-sama kami, kami terpaksa menahan perasaan tersebut.
" Arshad, jangan sampai sesiapa sedar hubungan kita, terutama Hasnah dan anak-anak mak yang lain. Nanti kecuh jadinya. " Emak mertuaku memulakan perbualan. Aku menyampuk. " Kita sama-sama jaga perasaan kita depan dia orang, walaupun saya ingin peluk mak sentiasa." " Mak juga rasa macam itu. Kalau boleh mak nak Arshad peluk mak selalu. " balasnya.
" Mak tak pernah bercinta dan tak pernah tahu akan rasa cinta itu bagaimana agaknya tetapi hari ini mak rasakan bahawa perasaan cinta pada Arshad begitu membara sekali. Dulu mak kawin dengan bapak atas kehendak orang tua. Sehingga mak melahirkan 14 orang anak, perasaan cinta itu tidak pernah wujud dalam hidup mak. Mak cuma rasa bahawa hubungan mak dengan bapak adalah kerana tanggungjawab mak sebagai seorang isteri kepada suami sahaja. " Emak mertuaku mula bercerita dan aku hanya mendengarkan sahaja. Dia meneruskan, " Hari ini, mak dapat rasakan cinta, ? cinta mak pada Arshad. Kalaulah kita tidak ada hubungan muhrim, mak hendak kawin dengan Arshad dan hidup bersama sebagai isteri Arshad supaya mak dapat menikmati sepenuhnya rasa cinta yang tak pernah mak alami selama ini, dan mak nak nikmatinya sehingga ke akhir hayat. "
" Bagi saya mak, saya pernah bercinta, cinta pada Hasnah, isteri saya dan anak mak. Mak pun tahu bagaimana saya lalui zaman itu dua puluh dua tahun lalu. Saya sendiri yang beritahu mak dan bapak bahawa saya cintakan anak mak dan mahu mengahwininya. Sehingga sekarang pun kami tetap macam dulu. Kami masih menyintai antara satu sama lain. " Aku menjelaskan pada emak mertuaku. " Tapi pada hari ini, saya telah jatuh cinta pada maknya. Dulu saya jelaskan pada mak bagaimana saya cintakan anak mak tetapi pada hari ini saya masih tetap cintakan Hasnah. Pada hari ini juga saya dapat rasakan cinta saya pada mak. Cinta bagi kali kedua ini amat berlainan dan hebat sekali. Di sini, emak di hadapan saya. Saya tidak dapat menyentuh mak dikhalayak ramai, perasaan rindu saya pada mak dah mula terasa apa lagi selepas ini kita akan berjauhan buat sementara dan akan berjumpa sekali-sekala jika ada kesempatan. " jelasku lagi.
Kami sempat berbual panjang, menjelaskan perasaan masing-masing dan merancang masa depan kami. Bila dan bagaimana kami dapat bertemu dan meneruskan hubungan kami supaya tidak dihidu oleh sesiapapun. Untuk hari-hari seterusnya percutian ini kami berjanji tidak akan melakukan apa-apa supaya jauh dari syak wasangka sehinggalah Hasnah, anak-anak dan adik iparku pulang.
Pada malam itu, kami semua makan bersama. Aku teringatkan janjiku pada isteriku untuk memuaskannya pada malam ini. Aku ragu-ragu jika aku akan mengecewakannya pada malam nanti kerana seluruh tenagaku telahku kerahkan untuk emaknya siang tadi. Maka itu, selepas makan aku minta izin pada isteriku untuk merayau-rayau sendirian pada malam itu dan berjanji akan pulang awal untuk melayani nafsunya pula. Seawalnya tadi, nafsunya memang sudah berkobar-kobar tetapi dia mengizinkan aku setelah aku membuat janji padanya.
Tujuan aku adalah untuk membeli minuman bertenaga "Red Bull" dan menongakknya supaya tenagaku kembali untuk melayan isteriku pula. Nasib aku kurang baik, tidak terdapat kedai yang menjualnya. Aku mula risau dan terus menyusur di gerai-gerai kampung Salang. Aku berhenti untuk minum di sebuah gerai minuman untuk membasahkan tekakku apabila nasib menyebelahiku. Gerai itu ada menjual kopi Tongkat Ali. Aku minum hingga dua gelas hingga badan aku berpeluh kepanasan walaupun cuaca malam itu, dingin sekali. Selepas menghabiskan dua gelas, aku pun beredar untuk pulang ke chalet dan kebilik untuk bertarung kali kedua pula, kini dengan isteriku.
Nampaknya Kopi Tongkat Ali tidak mengecewakan aku atau mungkin ketika aku menyetubuhi isteriku, aku membayangkan emaknya. Yang penting, isteriku puas, seperti biasa, sebelum aku terpancut, dia sampai kepuncak nikmat sebanyak dua kali dan terus terlena kepenatan. Malam itu aku tidur nyenyak dan hanya sedar pada jam 6.00 pagi esoknya. Aku keluar bersiar-siar menyedut udara pagi di tepi pantai. Semasa aku turun dari chalet aku menoleh ke chalet emak mertuaku. Dia tidak kelihatan. Mungkin belum bangun tidur kerana terlalu penat.
Jam 7.30 pagi semua berkumpul untuk sarapan pagi. Aku dan emak mertuaku saling pandang memandang sesekali. Aku rindu untuk memeluknya tetapi apakan daya. Emak mertuaku juga berperasaan sama. Dia menceritakan pada aku selepas kami dapat bersama, setelah pulang daripada percutian.
Jadual hari itu, kami semua di bawa untuk membuat " Jungle Tracking " untuk berkelah di Air terjun dan melihat hidupan liar di Pulau itu. Kali ini, aku dan emak mertuaku ikut bersama. Kerap isteriku suruh aku membantu memimpin emaknya. Walaupun kami mempunyai kesempatan tetapi kami dapat mengawal diri menunaikan janji kami. Aku berlagak sebagai menantu yang baik dan bertanggung jawab dan emak mertuaku menjalankan peranannya sebagai seorang tua yang tidak berdaya berjalan jauh. Sesekali aku mendukungnya. Isteriku kelihatan bangga kerana aku nampak sayang dengan emaknya dan menjaganya dengan baik. Hari itu berjalan dengan tenang. Pagi esoknya kami menghabiskan masa bersiar-siar di Kampung Salang kerana selepas makan tengahari kami akan pulang ke tanah besar di Mersing, Bot kami bertolak pulang pada jam 2.00 petang. Pada kali ini, emak mertuaku tidak mabuk lagi. Dia boleh naik dan turun sendiri dari bot. Kami sampai ke daratan jam 4.00 petang setelah dua jam perjalanan. Jam 4.30 kami terus bertolak dengan bas perlancongan untuk pulang ke bandar.
Seterusnya, perhubunganku dengan emak mertuaku berjalan dengan baik sehingga kehari ini tanpa dapat dihidu oleh sesiapa. Kini hubungan kami telah berjalan selama dua tahun. Sebagai seorang kontraktor, masa aku tidak terkongkong. Aku menyerahkan kerja-kerja pada pembantuku. Urusan pejabat ditangani oleh isteriku dan adik-adik iparku. Kini kunjunganku ke rumah mertuaku semakin kerap tanpa ditemani oleh isteriku kerana terlalu sibuk dengan urusan pejabat yang sengaja aku sibukkannya.
Rumah emak mertuaku telah aku besarkan. Sebuah bilik khas untuk keluargaku apabila kami berkunjung telah aku bina, yang sebenarnya adalah syurga bagi aku dan emak mertuaku untuk meneruskan hubungan kami memuaskan nafsu masing-masing lagaknya sebagai suami isteri. Bilik tersebut hanya aku yang memegang kuncinya dan adik-adik ipar yang amat hormat padaku tidak sesekali mahu mengambil kisah apa yang berlaku dalam bilik tersebut. Mereka juga tidak pernah tahu sama ada aku ada dalam bilik tersebut atau tidak kerana ia terletak di tingkat dua. Di tingkat dua tersebut yang tidak pernah dinaiki oleh adik-adik iparku kerana mereka masing-masing aku binakan bilik sendiri lengkap dengan perabut dan kubelikan set hiburan dalam bilik mereka. Tingkat atas hanya mempunyai bilik keluargaku dan emak mertuaku. Sebab itu apabila emak mertuaku naik ke atas, tiada siapa ambil peduli. Dia akan dipanggil dari bawah sahaja apabila diperlukan dan jika dia keluar dari bilik akupun tiada siapa akan menyedarinya. Maka itu kami bebas melakukan apa sahaja ketika kami bersama. Biasanya apabila kami bersetubuh, aku akan membuka HiFi dengan kuat supaya segala bunyi semasa kami sedang bersetubuh tidak akan kedengaran.
Pada isteriku, selalu aku katakan bahawa aku kena kerja luar berhampiran dengan kampung mertuaku dan aku akan tidur atau berehat di rumah emaknya. Dia amat gembira sekali kerana aku kerap berkunjung dan menjenguk emaknya. Pernah suatu ketika ketika aku sedang menyetubuhi emak mertuaku, telefon bimbitku berbunyi. Dengan batangku masih terbenam dalam lubang nikmat emak mertuaku aku menjawab telefon bimbitku. Melalui telefon, isteriku menanyakan aku berada dimana. Aku nyatakan aku sedang berehat di rumah emaknya. Untuk menyakinkan dirinya dia minta untuk bercakap dengan emaknya. Aku katakan bahawa emaknya sedang berada di dapur tetapi dia tetap ingin bercakap dengan emaknya lalu aku berpura-pura menjerit memanggil emaknya sedangkan emaknya sedang aku hempap dengan batangku masih tertanam. Aku senyapkan selang seminit dan kemudian aku serahkan kepada emak mertuaku yang sedang aku hempap. Emak mertuaku mengambil telefon tersebut dan memulakan perbualan dengan anaknya sambil aku meneruskan henjutan batangku. Aku teruskan menyorong tarik batangku, aku menghisap buah dadanya sedang dia terus berbual-bual dengan anaknya. Aku melihat wajah emak mertuaku menahan kenikmatan dari persetubuhan kami.
" Has! Mak tak dapat berbual panjang ni. Nanti hangus lauk atas dapur, nantilah kita berbual lagi. " Emak mertuaku cuba menamatkan perbualan telefon dengan isteriku dan terus menyerahkan telefon bimbit kepadaku. Aku memastikan aku telah menutupnya dan selepas itu, emak mertuaku mengerang dengan kuat kerana terlalu nikmat dengan asakkanku. Kami meneruskan persetubuhan kami sehingga kekemuncak.
Setiap kali aku berkunjung, akan berakhir dengan sama-sama lemas melakukan persetubuhan berulang-ulang. Kami merasa sungguh bahagia sekali. Dalam pada itu, peti ais di bilikku sentiasa dipenuhi dengan air tin Tongkat Ali untukku dan air tin Manjakani untuk emak mertuaku. Apabila hendak memulakan persetubuhan, kami akan sama-sama menonggak air tersebut dan bertahanlah persetubuhan kami sehingga dua jam. Dengan Tongkat Ali, batangku keras menegak dan dengan Manjakani, pepek emak mertuaku sentiasa sempit seperti anak dara.

Mba Indah, Aku Rindu Kamu

    
Cerita ini terjadi waktu aku masih berumur 12 tahun. Walau cerita ini udah lama terjadi, tapi peristiwa ini masih membekas dipikiranku. Tentu aja masih membekas, soalnya peristiwa inilah yang membentuk aku jadi maniak seks seperti sekarang.

Mba Indah adalah keponakan jauh ibuku yang ikut tinggal dirumahku. Ya, dia ikut keluargaku sebab keluarganya kurang beruntung. Dia ikut keluargaku sejak kelas dia 2 SMP. Kejadian ini terjadi saat mba indah duduk di kelas 3 SMA

Sepupuku Rani dan Nia

Namaku eki , Aku ingin membagi pengalaman seksku , yang aku alami kira – kira 11 tahun yang lalu , ini adalah pengalaman yang sangat mendebarkan sekaligus menggairahkan buatku.Waktu itu Aku masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di Jakarta usiaku 23 tahun , tinggi 175 cm berkulit sawo matang badanku atletis karena kegemaranku berolahraga bola basket , selain menjadi team inti di kampusku aku juga tergabung dalam sebuah club basket yang cukup diperhitungkan pada waktu itu.

Yang Tak Terlupakan

Yang Tak Terlupakan 
Cerita ini merupakan pengalaman pribadi yang sangat berkesan sekali bagi saya. Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Awalnya bermula pada pertengahan masa-masa kuliah saya di sebuah Perguruan Tinggi ternama di Jakarta. Bukan apa, selama ini entah kenapa selalu timbul rasa penasaran dalam diri saya untuk ingin mengungkapkan semua yang pernah terjadi pada diri saya. Secara kebetulan saya bertemu dengan

Kisah Cinta di Bangku Sekolah

    
catatan : mohon dibaca satu-satu, kemungkinan kurangnya pemahaman akan alur dan penokohan dalam cerita menjadi semakin besar apabila beberapa peristiwa terlewatkan, maaf kalau agak berat bagi sebagian pembaca.

Thursday, February 4, 2010

Di Balik Ilalang

Pertama melihatnya, hatiku seperti hilang setengah. Energiku down sampai 25 persen hingga harus bertumpu di kursi. Tatapanku menghujam tepat di matanya yang menatapku. Lalu tatapanku berpendar ke seluruh permukaan wajahnya. Tak terkata betapa memikatnya Tuhan menciptakan gadis kecil ini. Ibarat hasil maha karya sempurna yang tak ternilai. Mungkin yang dapat kugambarkan hanya warna pipinya yang putih dengan semburat rona ungu dan bibirnya yang merah bak jambu air yang menantang untuk digigit.

Idiot sejak lahir

Namaku sebut saja Yeni seorang keturunan Tionghoa yang berasal dari Jawa Barat, usiaku saat ini 38 tahun, aku sudah berkeluarga, ketika umurku 16 tahun orangtuaku menikahkan aku dengan seorang duda pengusaha terkemuka dari Jawa Barat. Dari pernikahanku itu aku dikaruniai 2 orang anak, anak pertama seorang perempuan berusia 21 tahun bernama Windi yang saat ini ia masih mengikuti study di Amerika Serikat sedangkan adiknya bernama Rino saat ini usianya sudah 17 tahun, anakku yang kedua ini mentalnya terbelakang alias idiot dan ironisnya ketika aku melahirkannya, aku mengalami pendarahan hebat sampai rahimku harus diangkat sehingga saat ini aku sudah tidak bisa lagi mempunyai anak.

Gara gara gadis pemijat

Namaku Andra, sebut saja Andra **** (edited). Aku kuliah di sebuah PTS di Bandung sebuah kota metropolis yang gemerlap, yang identik dengan kehidupan malamnya. Di tengah kuliahku yang padat dan sibuk, aku mempunyai suatu pengalaman yang tak akan kulupakan pada waktu aku masih semester satu dan masih berdampak sampai sekarang. Latar belakangku adalah dari keluarga baik-baik, kami tinggal di sebuah perumahan di kawasan ****** (edited) di Bandung. Sebagai mahasiswa baru aku termasuk aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, kebetulan aku menyukai kegiatan outdoor ataupun alam bebas. Aku memang mewarisi bakat ayahku yang merupakan seorang pemburu yang handal, hal inilah yang membuat darah petualangku menggelora.

Kegelapan malam saat camping

Pada waktu kemping di pegunungan dieng tahun 1998, ada dua kemah untuk tidur kami berdua. Kemah satu untuk cowok yang berjumlah 4 orang dan lainnya untuk cewek yang berjumlah 4 orang. Pada suatu malam, kemah tempat cewek kebanjiran karena hujan yang besar tidak bisa tertampung di saluran yang mengelilingi kemah itu. Tentu saja mereka kalang kabut ditengah tidur lelap kami. Tentu saja kami jadi ikut terbangun dengan kegaduhan suara cewek-cewek itu.

Petualangan bersama si kembar

Memang sudah tidak aneh kalau ada dua orang anak kembar yang menyukai selera yang sama dalam segala hal, termasuk soal memilih pacar. Tapi ada sedikit pengalamanku yang benar-benar hebat dengan dua anak kembar di sekolahku. Bukan berpacaran dengan salah satu dari mereka atau keduanya sekaligus, tapi meniduri mereka berdua sekaligus, itu baru luar biasa.

Kenikmatan Gadis Belia

Pada tahun 2000 saya tercatat sebagai siswa baru pada SMUN 2 pada waktu itu sebagai siswa baru, yah.. acara sekolahan biasa saja masuk pagi pulang sekitar jam 14:00 sampai pada akhirnya saya dikenalkan oleh teman seorang gadis yang ternyata gadis itu sekolah juga di dekat sekolah saya yaitu di SMPN 3.

Ketty Bidadari Kecilku

Ketty Bidadari Kecilku
Kira-kira tiga bulan kemudian, Pak Candra kembali mengunjungiku dan memintaku agar mengajar Sara kembali. Tentu saja aku menerimanya dengan antusias sekali. Sudah terbayang rutinitas dengan Sara akan terulang kembali.

Evia rumput mudaku

Aku baru saja pulang kuliah. Di tempat kosku yang baru, aku selalu saja gerah. Kamarku yang berukuran 3,5X3 meter itu, hanya memiliki sebuah jendela, sebuah tempat tiodur, satu meja kecil tempat komputerku dan rak buku mini. Kamar kecil itulah istanaku.

Ranumnya adik temanku

Ketika itu aku masih kuliah di PTS di pulau Jawa. aku tinggal di suatu rumah dimana
dalam 1 lantai ada beberapa kamar yg dihuni oleh aku dan teman2ku. suatu saat, salah
satu temanku dikunjungi oleh 2 orang adiknya yg ingin berkunjung dan jalan2 dikota

Kenikmatan Gadis Belia

Pada tahun 2000 saya tercatat sebagai siswa baru pada SMUN 2 pada waktu itu sebagai siswa baru, yah.. acara sekolahan biasa saja masuk pagi pulang sekitar jam 14:00 sampai pada akhirnya saya dikenalkan oleh teman seorang gadis yang ternyata gadis itu sekolah juga di dekat sekolah saya yaitu di SMPN 3.

Wednesday, February 3, 2010

Yu Nem, Pembantuku

AKU terjaga saat kurasakan sesuatu yang dingin menyentuh kakiku.
"Gus .... bangun, sudah sore. Mandi dulu. Ayo... bangun." Aku terbangun. Yu Nem berdiri di ujung tempat tidurku. Tangan kanannya mengguncang-guncang kakiku. Aku meliukkan badan, dan mataku terpejam lagi.
"Heeeh... ayo bangun. Mandi dulu," Yu Nem kembali mengguncangkan kakiku.
Aku membalikkan badan. Enak sekali tidurku. Rasanya masih ingin tidur lagi. Kulirik jam dinding menunjuk pukul 4 sore lebih.

Tyah Dan Yati

Kisah ini terjadi antara tahun 2002 sampai tahun 2004 ketika aku masih bekerja di kota S yang terkenal dengan Bandeng Prestonya.....
Aku bekerja sebagai Marketing Manager di sebuah Perusahaan BUMN terkenal, pada saat itu aku kontrak rumah di kawasan atas yang jelas bebas banjir bukan seperti iklan perumahan sekarang.."Bebas Banjir" maksudnya banjir bisa bebas kemana-mana, ke dapur, ke kamar, ke ruang tamu dll....

Bercumbu di lokomotif

Bercumbu di lokomotif
Nama saya Adul Roman, kerja di Perusahaan Umum Kereta Api sebagai Pembantu masinis (Stoker). Kerjaku ringan hanya membantu masinis melihat dan mengawasi sinyal selama kereta dalam perjalanan. Awal kisah saya dan teman saya Yanto (masinis) membawa kereta api Argo Bromo dengan nomer chasis Locomotif CC 20322. Lokomotif Dari Stasiun Jatinegara menuju stasiun Manggarai karena gerbongnya ada di manggarai. Setelah di gandeng di Manggarai kereta berjalan menuju stasiun Gambir untuk melayani penumpang di Gambir.

Didekap Dua Polwan

Rendy dan aku baru saja memasuki pelataran parkir stadion sepak bola di Kotaku, Medan dengan mengendarai sepeda motor Kawasaki Ninjanya. Kami ke situ mau melihat konsernya Ari Lasso dan Dewa, maklum aku ngefans benar dengan kedua ikon musik Indonesia tersebut.

Selanjutnya, kami berdua sudah berada diantara kerumunan orang-orang di sekitar rumput hijau di Stadion yang menjadi kebanggan kota Medan ini.
Padat, sesak dan sumpek sekali, saling berdesakan dan ini memang sudah ciri kalau menonton koser grup atau penyanyi paling top. Pada saat itu desakan semakin menjadi-jadi hingga aku terpisah dengan Rendy, untuk mencarinya sangat sulit sekali diantara hiruk pikuk orang-orang yang sudah setengah histeris, apalagi hanya aku yang membawa ponsel saat itu.

Janin tak berayah

Aku dibilang anak dari keluarga broken home sepertinya tidak bisa, walaupun ayah dan ibuku bercerai saat aku baru saja diterima di perguruan tinggi. Adanya ketidakcocokan serta pertengkaran-pertengkaran yang sering kali terjadi terpaksa meluluh-lantakkan pernikahan mereka yang saat itu telah berusia 18 tahun dengan aku sebagai putri tunggal mereka.

Keluargaku saat itu hidup berkecukupan. Ayahku yang berkedudukan sebagai seorang pejabat teras sebuah departemen memang memberikan nafkah yang cukup bagiku dan ibuku, walaupun ia bekerja secara jujur dan jauh dari korupsi, tidak seperti pejabat-pejabat lain pada umumnya.

SEMUA INGIN MEMPERKOSAKU

Kalau ada orang yang benci pada dirinya sendiri, barangkali aku adalah orangnya. Aku sungguh benci pada tubuhku, wajahku, rambutku dan semuanya. Ya..., perasaan itu semua timbul karena segala kelebihan yang kumiliki justru mengancam diriku sendiri. Berkali-kali jiwaku terancam karena mereka ingin memperkosaku.

Yang Jebih mengherankan adalah mereka bukanlah orang lain, melainkan orang-orang yang aku kenal. Orang yang sangat dekat dengan diriku. Sungguh memalukan.

Mertuaku Kekasihku

Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah
sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja
untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua
minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur
rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada istri di
sisiku. Memang perkawinan kami belum dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun
berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum karena otak laki-laki, pikirannya
jadi kemana-mana.

Bibiku Korbanku

Bibiku Korbanku
Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung. Di sana aku tinggal di rumah pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak sampai saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya tambah ramai dengan kehadiranku.

Room Service

Room Service
Gue yakin semua pasti pernah denger nama Room Service. Nah, gue punya
cerita asyik tentang "room service" yang laen daripada yang laen!

Ceritanya gini nih.
Suatu hari gue sama temen gue terpaksa nginep di suatu hotel yang ada di
bilangan Jakarta Pusat. Hotel itu nggak bagus-bagus amat sih. Yach ...
namanya juga hotel murah-meriah. Nah, pas asyik- asyiknya gue ama temen
gue lagi nonton Dunia Dalam Berita, tiba-tiba pintu kamar ada yang ngetok.
"Gile bener ... siapa sih yang iseng malem-malem gini keluyuran ke kamar
gue?" umpat gue di dalem hati.

MIMIN DEWASA

Aku dan Mimin sudah jarang lagi punya kesempatan untuk berdua saja, karena isteriku sekarang lebih sering di rumah, jarang bepergian. Sebenarnya aku juga sudah 'usaha' mendapatkan kesempatan berdua saja dengan Mimin dengan cara menawari isteriku untuk menengok anak-anak di Bandung. Tapi tetap saja dia tak bersedia.
"Minggu depan mereka 'kan pulang"begitu katanya, atau.
"Biarlah, toh mereka udah gede", atau.
"Ayo kita tengok bareng"
Tentu saja Aku jawab tak bisa, sibuk alasanku.

DOSA SEORANG IBU

Pengalaman-pengalaman saya ini dimulai pada akhir tahun lalu, yang juga merupakan perkenalan pertama saya dengan sebuah Website cerita cerita dewasa.
Sebelum kejadian-kejadian tersebut, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik dan tanpa cacat (menurut saya lho). Umur saya 42 tahun. Saya memiliki dua orang anak keduanya laki-laki. Anak saya terbesar Tony berumur 15 tahun di kelas tiga SMP, sedangkan sikecil Sandy masih berusia 4 tahun. Suami saya bekerja di suatu instansi pemerintah dan kami hidup normal dan bahagia. Saya sendiri seorang sarjana dari perguruan tinggi ternama di negara ini tetapi memilih tidak bekerja. Saya taat beragama dan mengenakan jilbab hingga sekarang.

AKU DAN MAMAKU

Pagi itu aku pulang sekolah lebih awal, karena memang minggu ini kami menjalani ujian semester 2 untuk kenaikan kelas 3 SMU. Sesampai dirumah nampak sebuah mobil sedan putih parkir didepan rumah. Siapa ya ? dalam hatiku bertanya.
Padahal mama hari ini jadwalnya tennis. Untuk menghilangkan penasaranku segera kumasuki rumah. Ternyata di ruang tamu ada mama yang sedang berbincang dengan tamunya. Mama masih menggunakan pakaian olah raganya, sedangkan tamu itu masih berpakaian kerja dan berdasi.
"Sudah pulang sekolahnya ya sayang" Tanya mama padaku.